Rabu 01 Dec 2021 06:20 WIB

Ridwan Kamil Tetapkan Besaran UMK di Jabar Berdasarkan PP 36

Kondisi ekonomi dan dinamika antara daerah satu dengan daerah lainnya bervariasi.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Muhammad Fakhruddin
Gubernur Jabar Ridwan Kamil, menyatakan Pemprov Jabar sendiri saat ini sedang menggodog besaran upah minimum (UMP) 2022 yang akan jadi basis penentuan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Karena, sesuai PP 36 tahun 2021, UMP harus diumumkan paling lambat 21 November dan UMK 30 November 2021.
Foto: istimewa
Gubernur Jabar Ridwan Kamil, menyatakan Pemprov Jabar sendiri saat ini sedang menggodog besaran upah minimum (UMP) 2022 yang akan jadi basis penentuan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Karena, sesuai PP 36 tahun 2021, UMP harus diumumkan paling lambat 21 November dan UMK 30 November 2021.

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil telah menetapkan besaran nilai upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2022 di Provinsi Jabar, Selasa (30/11) malam. Yakni, melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 561/ Kep.732-Kesra/ 2021 Tanggal 30 November 2021 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2022.

Menurut Sekretaris Daerah Provinsi Jabar Setiawan Wangsaatmadja, penetapan ini tidak terlepas dari beberapa dasar peraturan. Yakni, Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, serta beberapa surat Menteri Ketenagakerjaan RI. 

Selain itu, menurut Setiawan, berdasarkan rekomendasi besaran penyesuaian nilai upah minimum kabupaten/kota dari 27 bupati dan wali kota seluruh Jabar, juga berita acara Dewan Pengupahan.

“Tentu saja bahwa hal ini menjadikan sebuah dasar, sehingga Keputusan Gubernur dikeluarkan,” ujar Setiawan di Gedung Sate, Kota Bandung.

Setiawan mengatakan, Gubernur Ridwan Kamil turut bersimpati dan berempati terhadap hal ini. Karena rumus-rumus di dalam perhitungan dikeluarkannya UMK ini didasarkan kepada Peraturan Pemerintah dan tidak diberikan ruang terhadap diskresi daerah untuk menetapkan lebih dari itu.

“Terkait dengan putusan MK (Mahkamah Konstitusi) menyatakan bahwa pemerintah harus memperbaiki peraturan ini di dalam 2 tahun. Namun demikian, selama 2 tahun ini seluruh peraturan yang terkait dengan UU Cipta Kerja dan seluruh turunannya masih tetap berlaku, termasuk PP 36 yang mendasari terkait dengan perhitungan UMK ini,” paparnya.

Setiawan menegaskan bahwa tugas gubernur hanya menetapkan terkait dengan UMK ini. Menurutnya, gubernur tidak dapat merevisi bahkan mengoreksi terkait dengan rekomendasi yang telah disampaikan oleh seluruh bupati/wali kota.

“Oleh karena itu, surat rekomendasi yang disampaikan oleh bupati/wali kota yang saat ini sudah seluruhnya sesuai dengan PP 36, kemudian gubernur menetapkan hal tersebut,” katanya.

Menurut Setiawan, ke depan pihaknya merekomendasikan kepada pemerintah pusat agar dapat melibatkan pemerintah daerah lebih jauh. Khususnya di dalam penghitungan UMK ini.

“Karena kita tahu kondisi ekonomi dan dinamika antara daerah satu dengan daerah lainnya sangat bervariasi. Oleh karena itu kami sangat berharap, bahwa pelibatan pemerintah daerah di masa yang akan datang bisa terlibat lebih jauh,” katanya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement