REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA - Amerika Serikat (AS) dan pasukan koalisi internasional yang dipimpinnya dianggap bertanggung jawab atas kematian ribuan warga sipil di Suriah.
Sebuah pernyataan dari Departemen Pertahanan AS pada Senin menyebut bahwa mereka memerintahkan penyelidikan atas serangan udara 18 Maret 2019 di kota Baghuz di Suriah, yang menewaskan puluhan warga sipil, mengingatkan kejahatan lain yang dilakukan oleh pasukan koalisi pimpinan AS terhadap warga sipil di Suriah.
Pasukan koalisi pimpinan AS, yang memulai intervensi militer di Suriah pada 23 September 2014 menggunakan pembenaran memerangi kelompok teroris ISIS/Daesh, bermitra dengan kelompok teroris YPG/PKK – cabang teroris PKK di Suriah – di darat dan mengebom sekolah, masjid, dan banyak wilayah sipil lainnya.
Jaringan Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SNHR) mengatakan dalam laporannya bahwa sejak 23 September 2014, pasukan koalisi pimpinan AS membunuh lebih dari 3.000 warga sipil dengan dalih memerangi terorisme. Menurut laporan itu, selama enam tahun setidaknya 172 pembantaian (serangan di mana setidaknya lima orang tewas) dilakukan oleh pasukan koalisi.
Pasukan koalisi yang dipimpin AS melakukan lebih dari 180 serangan di wilayah tempat tinggal warga sipil, termasuk sekolah, pusat kesehatan, masjid, dan pasar. Lebih dari 500 ribu warga sipil berimigrasi dan menjadi tunawisma selama serangan AS dan koalisi.
Menyoroti mereka mencapai kemenangan melawan ISIS/Daesh di Suriah pada 2019, AS menyerahkan pengelolaan wilayah yang telah ditarik oleh ISIS/Daesh kepada kelompok teroris YPG/PKK. Pasukan AS dan koalisi bahkan tidak membayar kompensasi kepada warga sipil yang mereka bunuh atau yang rumahnya mereka bom.
Dalam lebih dari 35 tahun kampanye terornya melawan Turki, PKK – yang terdaftar sebagai organisasi teroris oleh Turki, AS, dan Uni Eropa – telah bertanggung jawab atas kematian sedikitnya 40 ribu orang, termasuk wanita, anak-anak, dan bayi.
Turki telah berulang kali memprotes AS yang bekerja sama dan mendukung teroris YPG/PKK, dengan mengatakan bahwa menggunakan satu kelompok teror untuk melawan yang lain tidak masuk akal.