Ahad 05 Dec 2021 13:10 WIB

Mahfud: Proses Pelanggaran HAM Berat di Paniai Sesuai UU

Kasus Paniai ini adalah kasus yang diumumkan baru tahun kemarin oleh Komnas HAM.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Muhammad Fakhruddin
Mahfud: Proses Pelanggaran HAM Berat di Paniai Sesuai UU Ilustrasi Pelanggaran Berat HAM
Foto: MgIT03
Mahfud: Proses Pelanggaran HAM Berat di Paniai Sesuai UU Ilustrasi Pelanggaran Berat HAM

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, saat ini kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua telah dinaikkan ke tingkat penyidikan oleh Kejaksaan Agung. Mahfud menyebut, proses penanganan kasus yang disampaikan oleh Komnas HAM itu pun akan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

"Kasus Paniai ini adalah kasus yang diumumkan baru tahun kemarin oleh Komnas HAM dan kita langsung tindak lanjuti untuk segera dibawa ke pengadilan. Kita dalam melaksanakan kasus pelanggaran HAM berat yang direkomendasikan oleh Komnas HAM itu akan berpegangan pada undang-undang," kata Mahfud dalam video yang diunggah pada kanal Youtube Kemenko Polhukam, Ahad (5/12).

Mahfud menjelaskan, kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000, tepatnya sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 diserahkan kepada DPR. Kemudian, lanjutnya, DPR akan menganalisis bukti-bukti kasus tersebut, apakah cukup dan bisa dibawa ke tingkat pengadilan.

"Lalu, kasus pelanggaran HAM yang terjadi sesudah keluarnya UU Nomor 26 Tahun 2000, itu ditangani dan dianalisis serta di-follow up oleh Kejaksaan Agung dengan berkoordinasi tentu saja dengan Komnas HAM," jelas dia.

Selain itu, Mahfud mengungkapkan, pemerintah juga sesuai dengan peraturan perundang-undangan sekarang ini sedang menyiapkan rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang dulu pernah ada, tapi dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, ia menilai, Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi itu dibutuhkan sebagai jalur penyelesaian pelanggaran HAM berat.

"Dulu sudah pernah kita mempunyai UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, tetapi dibatalkan pada tahun 2006 oleh Mahkamah Konstitusi. Sehingga pemerintah perlu menyiapkan rancangan UU tersebut sebagai penggantinya," tutur dia.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejakgung) membentuk Tim Penyidik Dugaan Pelanggaran HAM Berat di Paniai, Provinsi Papua Tahun 2014, berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor 267 Tahun 2021 tanggal 3 Desember 2021 yang ditandatangani oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

"Jaksa Agung Burhanuddin selaku penyidik pelanggaran HAM berat telah menandatangani surat keputusan pembentuk tim tersebut," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulis yang diterima, di Jakarta, Jumat (3/12).

Leonard menjelaskan, pertimbangan dikeluarkannya keputusan dan surat perintah Jaksa Agung tersebut memperhatikan surat Ketua Komnas HAM Nomor 153/PM.03/0.1.0/IX/2021 tanggal 27 September 2021 perihal tanggapan atas pengembalian berkas perkara terhadap hasil penyelidikan pelanggaran HAM Berat Peristiwa Paniai tahun 2014 di Papua untuk dilengkapi.

"Ternyata belum terpenuhi adanya alat bukti yang cukup, oleh karena itu perlu dilakukan penyidikan (umum) dalam rangka mencari dan mengumpulkan alat bukti," kata Leonard.

Menurut Leonard, alat bukti diperlukan untuk membuat terang tentang dugaan pelanggaran HAM Yang Berat yang terjadi, guna menemukan pelakunya.

Maka dari itu, dengan dikeluarkannya Keputusan Jaksa Agung dan Surat Perintah Penyidikan dimaksud, maka telah terbentuk Tim Penyidik Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Yang Berat di Paniai Provinsi Papua Tahun 2014 yang terdiri dari 22  orang jaksa senior dan diketuai oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Ali Mukartono.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement