Selasa 07 Dec 2021 23:32 WIB

PBB Tunjukkan Keprihatinan Atas Kondisi Muslim Nepal

Kondisi Muslim Nepal memprihatinkan dari ekonomi hingga pendidikan

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Kondisi Muslim Nepal memprihatinkan dari ekonomi hingga pendidikan. Ilustrasi Muslim Nepal
Foto: NARENDRA SHRESTHA/EPA
Kondisi Muslim Nepal memprihatinkan dari ekonomi hingga pendidikan. Ilustrasi Muslim Nepal

REPUBLIKA.CO.ID, KATHMANDU—Delegasi PBB mendatangi Komisi Muslim di Nepal dan menyatakan keprihatinan atas kondisi komunitas Muslim di negara itu. 

Dalam pertemuannya di kantor Komisi Muslim di Nepal, Delegasi PBB bidang Kemiskinan Ekstrem dan Hak Asasi Manusia, Oliver De Schutter, menanyakan lebih lanjut mengenai persoalan yang dihadapi masyrakat Muslim, status sosial, ekonomi, dan pendidikan mereka. 

Baca Juga

Ketua Komisi Muslim Nepal, Samim Miyan Ansari, menjelaskan tentang kerja yang selama ini dilakukan komisi dan situasi masyarakat Muslim di Nepal. Ansari juga memberitahu kondisi pendidikan dan kebutuhan prioritas yang dibutuhkan umat Muslim Nepal. 

Menurut Ansari, para delegasi PBB itu pernah mengunjungi komisi dalam urusan persiapan laporan tentang status umat Islam dalam sebuah konvensi yang akan diadakan pada 2022 mendatang di Jenewa. 

Sementara itu, Kepala Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Michelle Bachelet, mengecam hukuman terhadap Aung San Suu Kyi. Mantan pemimpin sipil Myanmar ini mendapatkan hukuman empat tahun penjara. 

"Hukuman Penasihat Negara setelah pengadilan 'palsu' dalam proses rahasia di depan pengadilan yang dikendalikan militer tidak lain adalah motivasi politik," kata Komisaris Tinggi PBB untuk HAM ini, Senin (6/12).

"Ini bukan hanya tentang penolakan sewenang-wenang atas kebebasannya, ini menutup pintu lain untuk dialog politik," ujarnya dikutip dari Anadolu Agency.

Pengadilan militer di Myanmar sebelumnya memutuskan menghukum Suu Kyi  dengan hukuman empat tahun penjara atas tuduhan melanggar pembatasan dan hasutan Covid-19. "Putusan terhadap Aung San Suu Kyi ini hanya akan memperdalam penolakan terhadap kudeta," kata Bachelet. 

"Ini akan mengeraskan posisi ketika yang dibutuhkan adalah dialog dan penyelesaian politik yang damai dari krisis ini," ujarnya. 

Keputusan ini lanjutan dari peristiwa kudeta 1 Februari, dengan militer Myanmar atau Tatmadaw  menangkap Suu Kyi, menggulingkan Presiden Win Myint, dan banyak anggota partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

Sejak itu, Tatmadaw secara sewenang-wenang menahan lebih dari 10 ribu lawan mereka. Setidaknya 175 orang dilaporkan telah meninggal dalam tahanan, kemungkinan besar karena perlakuan buruk atau penyiksaan. 

"Militer berusaha untuk menggunakan pengadilan untuk menyingkirkan semua oposisi politik. Namun kasus-kasus ini tidak dapat memberikan lapisan hukum atas tidak sahnya kudeta dan kekuasaan militer," kata Bachelet. 

Bachelet menyerukan pembebasan segera semua orang yang ditahan secara sewenang-wenang. Termasuk orang-orang yang diadili dengan tidak adil dan mendapatkan tuduhan yang mengada-ada. Pada 10 November, mantan menteri perencanaan negara bagian Kayin, Than Naing, dijatuhi hukuman 90 tahun. Sedangkan mantan kepala menteri negara bagian, Nan Khin Htwe Myint, mendapatkan dakwaan 75 tahun penjara atas tuduhan korupsi.

Sumber: khabarhub 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement