REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dian Fath Risalah, Antara, Fauziah Mursid, Silvy Dian Setiawan
JAKARTA -- Pemerintah memutuskan kebijakan pengetatan libur Hari Raya Natal 2021 dan tahun baru (Nataru) dengan menerapkan PPKM Level 3 di seluruh Tanah Air pada 17 November 2021 lalu. Keputusan itu diambil sebagai langkah antisipasi untuk mencegah terjadinya lonjakan pada momentum Nataru sebagaimana pengalaman yang telah dialami Indonesia tahun lalu. Namun, keputusan tersebut dibatalkan pada Senin (6/12) dengan berbagai pertimbangan.
"Selama libur Nataru, seluruh Indonesia akan diberlakukan peraturan dan ketentuan PPKM Level 3," kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy saat memimpin Rapat Koordinasi Tingkat Menteri Antisipasi Potensi Peningkatan Kasus Covid-19 Pada Libur Nataru, secara daring, pada Rabu (17/11).
Kebijakan ini dimaksudkan untuk memperketat pergerakan orang atau mobilitas sekaligus mencegah lonjakan kasus Covid-19 pascalibur Nataru. Muhadjir saat itu menyebut, aturan ini berlaku di Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali. Artinya, seluruh daerah di Indonesia tanpa kecuali wajib menerapkan PPKM Level 3 sebagai acuan pengetatan mobilitas.
Kebijakan status PPKM Level 3 ini diputuskan berlaku mulai tanggal 24 Desember 2021 sampai 2 Januari 2021 dan akan diatur detail dalam instruksi menteri dalam negeri (inmendagri). Kebijakan PPKM Level 3 dalam inmendagri terdahulu di antaranya mengatur kegiatan di tempat ibadah maksimal kapasitas 50 persen, kegiatan di bioskop dan tempat makan minum maksimal kapasitas 50 persen, kegiatan di pusat perbelanjaan maksimal kapasitas 50 persen sampai pukul 21.00 dengan penerapan protokol kesehatan ketat, dan menutup fasilitas umum seperti alun-alun dan lapangan terbuka.
Namun, kurang lebih tiga pekan berselang, atau persisnya Senin (6/12), pemerintah membatalkan keputusan penerapan PPKM Level 3 pada periode. Pembatalan ini diumumkan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Dengan demikian, penerapan level PPKM selama Nataru akan tetap mengikuti asesmen situasi pandemi sesuai yang berlaku saat ini bagi setiap daerah.
"Syarat perjalanan akan tetap diperketat, terutama di perbatasan untuk penumpang dari luar negeri. Namun, kebijakan PPKM pada masa Nataru akan dibuat lebih seimbang dengan disertai aktivitas testing dan tracing yang tetap digencarkan," kata Luhut.
Ia juga memastikan, perbatasan Indonesia akan tetap diperketat dengan syarat untuk penumpang dari luar negeri, yakni hasil tes PCR negatif maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan serta melakukan karantina selama 10 hari di Indonesia. Luhut mengatakan, pemerintah memutuskan untuk membuat kebijakan yang lebih seimbang dengan tidak menyamaratakan perlakuan di semua wilayah menjelang momen Nataru.
Hal itu juga karena penguatan 3T (testing, tracing dan treatment) dan capaian vaksinasi dalam satu bulan terakhir. "Capaian vaksinasi dosis satu di Jawa-Bali yang sudah mencapai 76 persen dan dosis dua yang mendekati 56 persen. Vaksinasi lansia terus digenjot hingga saat ini mencapai 64 dan 42 persen untuk dosis satu dan dua di Jawa Bali," kata Luhut.
Sebagai perbandingan, belum ada masyarakat Indonesia yang divaksinasi pada periode Nataru tahun lalu. Hasil sero-survei juga menunjukkan masyarakat Indonesia sudah memiliki antibodi Covid-19 yang tinggi. Sero-survei ini menunjukkan orang yang mempunyai antibodi spesifik terhadap Covid-19.
Selama Nataru, syarat perjalanan jarak jauh dalam negeri adalah wajib vaksinasi lengkap dan hasil antigen negatif maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan. Untuk orang dewasa yang belum mendapatkan vaksinasi lengkap ataupun tidak bisa divaksin karena alasan medis tidak diizinkan untuk bepergian jarak jauh.
Anak-anak juga dapat melakukan perjalanan, tetapi dengan syarat PCR yang berlaku 3x24 jam untuk perjalanan udara atau antigen 1x24 jam untuk perjalanan darat atau laut. Pemerintah juga menerapkan pelarangan seluruh jenis perayaan tahun baru di hotel, pusat perbelanjaan, mal, tempat wisata, dan tempat keramaian umum lainnya.
Sementara untuk operasional pusat perbelanjaan, restoran, bioskop, dan tempat wisata hanya diizinkan dengan kapasitas maksimal 75 persen dan hanya untuk orang dengan kategori hijau di aplikasi PeduliLindungi. "Sedangkan untuk acara sosial budaya, kerumunan masyarakat yang diizinkan berjumlah maksimal 50 orang. Disiplin penggunaan PeduliLindungi harus ditegakkan," ujar Koordinator PPKM Jawa-Bali itu.
Luhut menegaskan, berbagai langkah yang diambil oleh pemerintah didasarkan pada data dan perkembangan informasi terkini terkait pandemi Covid-19. Evaluasi terus dilakukan secara berkala setiap pekan sehingga kebijakan bisa beradaptasi dengan cepat, menyesuaikan perkembangan terbaru.
Di Jawa-Bali, saat ini masih tersisa 12 kabupaten/kota di level 3 PPKM. "Berdasarkan asesmen per 4 Desember, jumlah kabupaten/kota yang tersisa di level 3 hanya 9,4 persen dari total kabupaten/kota di Jawa-Bali atau hanya 12 kabupaten/kota saja," kata Luhut.
Penjelasan Mendagri
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menjelaskan alasan PPKM level 3 menjelang Nataru batal. Tito menyebut, PPKM level 3 tidak dapat digunakan ke semua daerah karena masing-masing daerah berbeda tingkat kerawanan Covid-19-nya.
"Tolong hindari bahasa (PPKM) level 3. Kenapa? Karena tidak semua daerah itu sama tingkat kerawanan pandemi Covid-nya, tidak semua daerah sama," ujar Tito dikutip dari siaran pers Kemendagri saat Rapat Kesiapan Penerapan PPKM Natal 2021 dan Tahun Baru 2022, Percepatan Vaksinasi, serta Belanja Daerah (APBD), Rabu (8/12).
Tito menjelaskan, World Health Organization (WHO) telah membuat empat level tingkat penilaian risiko untuk Covid-19. Level 1 berarti low atau rendah, level 2 moderat atau rata-rata, level 3 high atau tinggi, dan level 4 very high atau sangat tinggi. Indonesia, kata Tito, masuk dalam kategori low atau rendah dari berbagai indikator, di antaranya kasus terkonfirmasi Covid-19 dan bed occupancy ratio (BOR) yang terkendali.
“Kita bersyukur atas itu, sehingga Bapak Presiden memberikan arahan agar kita tidak menerapkan (PPKM) level 3 tapi membuat pengaturan spesifik mengenai antisipasi atau penanganan penanggulangan pandemi Covid-19 di masa Nataru,” kata mantan kapolri tersebut.
Selain itu, alasan lainnya tidak menggunakan istilah PPKM level 3 yakni karena situasi pandemi Covid-19 sangat dinamis, termasuk di berbagai daerah. Karenanya, penggunaan istilah ini respons dari situasi dinamis tersebut.
“Kita tidak bisa konsisten membuat pengaturan pandemi Covid-19 ini karena yang kita hadapi situasi dinamis, dinamikanya bukan pekanan sebetulnya, harian, bahkan jam, tapi kita mengaturnya pekanan, sehingga perubahan pengaturan sudah kita lakukan berkali-kali sejak awal pandemi,” katanya.
Meskipun begitu, Tito mengatakan, pembatasan-pembatasan spesifik akan dilakukan saat pelaksanaan Nataru yang berlangsung dari 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. Pembatasan spesifik sebagian mengadopsi substansi yang diatur dalam sistem PPKM level 3 dengan beberapa perubahan penting.
Ketua Satuan Tugas Covid-19 PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban tak mempermasalahkan keputusan pemerintah mencabut PPKM Level 3 pada saat libur Nataru. Ia mengamati pandemi Covid-19 di Tanah Air masih dalam kondisi baik. "Secara umum situasi pandemi membaik. Positivity rate kita 0,7 persen. Oke-oke saja PPKM level 3 Nataru batal," tulis Zubairi di akun Twitter resminya.
Perhimpunan Hotel dan Resto Indonesia (PHRI) DIY meminta pemerintah berkomitmen untuk tidak mengubah kebijakan secara mendadak terkait libur Nataru. Hal ini disampaikan Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, menyusul dibatalkannya penerapan PPKM level 3 secara merata di Indonesia.
Deddy menyebut, pihaknya menyambut baik adanya pembatalan ini. Diharapkan, pemerintah tidak mengubah kebijakan dengan mendadak seperti yang dilakukan di tahun lalu.
"Kita bersyukur dan apresiasi, tapi kita masih wait and see. Konsisten (atau) tidak pemerintah dengan aturan yang sudah dikeluarkan, nanti jangan beralih lagi seperti tahun lalu. Satu hari sebelumnya (sebelum nataru) baru (dikeluarkan) ada aturan yang memberatkan kita seperti PCR dan sebagainya," kata Deddy.
Pasalnya, kata Deddy, perubahan kebijakan secara mendadak dapat berdampak pada reservasi maupun tingkat hunian (okupansi) hotel dan resto di masa Nataru nanti. Terlebih, saat ini tingkat reservasi maupun okupansi hotel dan resto di DIY sudah mulai meningkat.
Dikeluarkannya aturan secara mendadak, kata Deddy, akan menyebabkan banyaknya pembatalan reservasi hotel dan resto. Tentunya, hal ini juga berdampak pada pariwisata dan pertumbuhan perekonomian DIY yang sebagian besar bersumber dari kunjungan wisatawan.
"Wisatawan (tiba-tiba) diminta PCR memberatkan, karena di kondisi pandemi daya beli masyarakat rendah. Intinya kita menyambut baik (pembatalan PPKM level 3), tapi PHRI mengharapkan komitmen pemerintah agar kebijakan itu jangan diubah mendadak, ini reservasi kita sudah meningkat untuk Nataru," ujar Deddy.