REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Presidensi G20 Indonesia di jalur keuangan secara resmi dimulai pada hari ini, Kamis (9/12), dengan diawali pertemuan Finance and Central Bank Deputies Meeting (FCBD) pertama yang berlangsung pada 9-10 Desember 2021.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengatakan, selain membahas enam mata agenda, Presidensi G20 Indonesia juga akan kembali menggaungkan arahan Presiden RI Joko Widodo. "Ada tiga bidang seperti arahan Pak Presiden yaitu kesehatan yang inklusif, transformasi digital, dan transisi energi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali.
Sri Mulyani menyampaikan, Presidensi G20 Indonesia akan memperkuat satuan kerja bersama kesehatan dan keuangan yang telah dibentuk dalam Presidensi G20 sebelumnya oleh Italia. Peran satuan tugas tersebut sangat penting untuk memitigasi potensi krisis di masa depan karena isu kesehatan.
"Ke depannya, pandemi harus bisa dicegah. Para pakar independen tingkat tinggi telah membuat estimasi kebutuhan dunia untuk menciptakan kesiapan tersebut yakni sejumlah 15 miliar dolar AS per tahun," kata Sri Mulyani.
Kebutuhan tersebut untuk membangun sistem kesehatan termasuk di negara-negara berkembang dan berpendapatan rendah. Rendahnya infrastruktur kesehatan telah berdampak pada tidak meratanya pemulihan ekonomi global.
Setiap negara perlu memperbaiki kesiapan, saling berkoordinasi, serta membantu agar pandemi atau krisis kesehatan bisa dicegah. Hal ini termasuk upaya meningkatkan kapasitas produksi vaksin di masa depan.
"Indonesia juga bisa meningkatkan kapasitas produksi vaksin sehingga tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik tapi seluruh dunia," kata Sri Mulyani.
Selain mewujudkan keadilan ekonomi yang merata, presidensi G20 Indonesia diharapkan sukses dalam mempercepat digitalisasi dan mengarahkan koordinasi kebijakan global terkait pembiayaan perubahan iklim. Sri Mulyani mengatakan, Indonesia telah memiliki berbagai proposal terkait hal ini.
Seperti membuat mekanisme dan struktur transisi energi, pasar karbon, pajak karbon, hingga penawaran investasi terkait energi terbarukan. Secara umum, Kemenkeu dan BI akan mendorong pembahasan enam agenda prioritas dalam jalur keuangan.
Di antaranya, koordinasi exit strategy untuk mendukung pemulihan global, upaya penanganan dampak pandemi atau scarring effect dalam perekonomian guna mendukung pertumbuhan yang lebih kuat di masa depan, penguatan sistem pembayaran di era digital, pengembangan pembiayaan berkelanjutan, peningkatan sistem keuangan yang inklusif, dan agenda perpajakan internasional.