REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menyarankan pemerintah agar membuat peta transisi menuju minyak goreng wajib kemasan. Hal itu agar para produsen minyak goreng curah dapat lebih siap untuk menerapkan wajib kemasan.
"Larangan minyak goreng curah dan mewajibkan kemasan jangan sampai batal, harus ada sebuah peta jalan transisi ke arah sana. Mungkin satu, dua, atau tiga tahun ke depan mempersiapkan industrinya," kata Rusli kepada Republika.co.id, Jumat (10/12).
Pemerintah, kata Rusli, harus dapat mendampingi para produsen minyak goreng curah agar memiliki kemampuan memproduksi minyak goreng dalam bentuk kemasan. Namun, langkah itu harus dilakukan secara adil dan merata karena pelaku usaha minyak goreng curah yang sangat banyak.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan membatalkan larangan peredaran minyak goreng curah yang sedianya akan diterapkan mulai 1 Januari 2022. Kebijakan itu diambil karena memperhatikan UMKM dan masyarakt menengah ke bawah yang masih membutuhkan produk minyak goreng curah.
Rusli mengatakan, sejatinya banyak manfaat yang bisa didapat dari larangan tersebut. Sebab, peredaran minyak goreng dalam negeri nantinya akan secara penuh dalam kemasan resmi pabrikan. Hal itu memberikan jaminan keamanan bagi konsumen.
Di satu sisi, membantu stabilisasi harga karena minyak goreng kemasan dapat lebih tahan lama ketimbang minyak goreng curah yang harganya sangat fluktuatif mengikuti perkembangan pasar.
"Jadi walaupun pemerintah membatalkan larangan itu, jangan sampai redup. Ini harus didorong terus," ujar Rusli.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan pencabutan larangan peredaran minyak goreng curah dilakukan agar UMKM tetap dapat melakukan produksi di masa pandemi Covid-19. Oke menjelaskan, sejauh ini banyak UMKM yang menurun produksinya karena rendahnya daya beli masyarakat.
Di satu sisi, pemerintah ingin agar geliat UMKM kembali bangkit demi mendukung pemulihan ekonomi nasional. Melihat masih tingginya kebutuhan akan minyak goreng curah, dikhawatirkan akan memukul UMKM maupun daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah pemerintah melarang peredarannya.
Ia menyampaikan, kebutuhan minyak goreng curah untuk pelaku industri, termasuk UMKM mencapai 1,6 juta ton. Adapun kebutuhan rumah tangga sebesar 2,12 juta ton.
Di sisi lain, Oke menyampaikan, harga minyak goreng juga diperkirakan masih akan tinggi setidaknya hingga akhir kuartal I 2022 mendatang. Itu karena harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang masih tinggi. Saat ini rata-rata harga CPO berada di kisaran 1.305 dolar AS per metrik ton atau 27,17 persen lebih tinggi dari awal 2021. Sementara itu, harga minyak goreng curah rata-rata nasional mencapai Rp 17.600 per liter sedangkan kemasan 19 ribu per liter
Lonjakan harga CPO disebabkan oleh meningkatnya permintaan imbas pemulihan ekonomi di berbagai negara. Namun, kenaikan permintaan itu belum dibarengi dengan kemampuan produksi industri sawit. Tingginya harga saat ini alhasil turut menjadi pertimbangan pemerintah untuk tetap mengizinkan peredaran minyak goreng curah.
Kendati minyak goreng curah tetap diizinkan, Oke memastikan pemerintah tetap akan melakukan pengawasan dalam peredarannya. "Kita akan edukasi masyarakat terus untuk gunakan minyak goreng secara sehat," ujar dia.