REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM UIN) Jakarta menggelar Konferensi Internasional Studia Islamika ketiga pada 10 hingga 11 Desember 2021. Acara yang digelar secara daring ini fokus mengkaji tentang studi Islam, keberagamaan pemahaman beragama di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
Melalui konferensi yang diselenggarakan pertama kali pada tahun 2014 ini, PPIM UIN menghadirkan pengkaji Islam lokal maupun internasional untuk bersama mengkaji lebih jauh tentang tradisi keagamaan Islam Wasatiyah dan segala tantangannya. Berbeda dengan konferensi sebelumnya, pada 2017 yang digelar secara luring, konferensi yang mengurung tema utama ‘Washatiyah Islam: Traditions and Challenges’ ini digelar secara daring melalui Zoom dan YouTube, karena kondisi selama pandemi yang masih mengkhawatirkan.
Editor Jurnal Internasional Studia Islamika PPIM UIN Jakarta Prof. Dr. Oman Fathurahman mengatakan, konferensi ini adalah salah satu dari misi PPIM untuk menguatkan keilmuan Islam di Indonesia, Asia Tenggara, juga dunia. Studi Islamika, yang pertama kali dirilis pada 1994, merupakan program yang didedikasikan sebagai penawaran pemahaman tentang Islam yang lebih ‘dekat’ dengan masyarakat, bukan hanya Indonesia tapi juga mancanegara, jelas Juru Bicara Kementerian Agama itu.
“Akan ada 16 pembicara yang akan meramaikan konferensi ini, baik dari Indonesia, UK, Malaysia, US, Australia dan Filipina. Kami juga akan menyajikan beragam insight dari para pembicara tentang Islam Wasatiyah, mulai dari akar atau asal mula lahirnya Islam Wasatiyah, mengapa sistem wasatiyah diperlukan, bagaimaan nilai wasatiyah berpasu dengan keberagaman budaya lokal, hingga tantangan yang dihadapi dalam pengembangan Islam Wasatiyah,” ujar Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta itu saat membuka konferensi secara daring, Jumat (10/12).
Prof Azyumardi Azra, yang menjadi pemateri kunci dalam konferensi, mengatakan, rujukan dasar konsep wasatiyah tertulis dalam surah Al-Baqarah ayat 143,
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…”
“Meski merupakan negara mayoritas Muslim, Indonesia adalah negara yang berdasar pada pancasila, bukan nilai keislaman. maka formasi wasatiyah islamiyah sangat cocok dengan nilai-nilai Indonesia, dan menjadi sistem keagamaan yang mudah diterima di banyak negara,” ujar Pemimpin Redaksi Studia Islamika, sekaligus mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
“Tantangan yang saat ini perlu dihadapi adalah kenaikan tendensi di antara umat Muslim untuk terkontaminasi oleh paham radikal, karena radikalime juga semakin meningkat dari waktu ke waktu, begitu juga paham konservatisme yang semakin meningkat. Maka sistem Islam Wasatiyah sangat perlu dikembangkan dan dibumikan di tanah air demi menciptakan masa depan Islam yang rahmatan lil alamin,” sambungnya.
Konferensi ini terdiri dari empat sesi diskusi, mulai dari The Roots of the Islamic Washatiyah Tradition in Southeast Asia, Accomodation for Islamic Washatiyah and Local Culture Meetings, The Establishment of the Southeast Asia Islamic Washatiyah Tradition; dan Violence Extremism and Terrorism as Challenges of Islamic Washatiyah.