Sabtu 11 Dec 2021 06:12 WIB

Kemenag Didesak Terbitkan Aturan Cegah Kekerasan Seksual di Sekolah Agama

Butuh PMA tentang pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan berbasis agama.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kementerian Agama (Kemenag) membuat peraturan menteri agama (PMA) tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di satuan pendidikan berbasis agama. Foto: Kekerasan Seksual (ilustrasi)
Foto: STRAITS TIMES
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kementerian Agama (Kemenag) membuat peraturan menteri agama (PMA) tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di satuan pendidikan berbasis agama. Foto: Kekerasan Seksual (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak Kementerian Agama (Kemenag) membuat peraturan menteri agama (PMA) tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di satuan pendidikan berbasis agama. Hal ini sebagai buntut oknum guru salah satu pesantren di Kota Bandung yang melakukan tindakan kekerasan seksual kepada 12 siswinya.

Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim meminta PMA nantinya mengatur madrasah, pesantren, seminari, pasraman, dan dhammasekha, serta lembaga pendidikan berbasis agama lainnya. "Regulasi PMA sangat urgen dibuat, mengingat angka kekerasan seksual di satuan pendidikan agama cukup tinggi, P2G menilai Gus Menteri akan cepat tanggap dengan aspirasi ini," kata Satriwan dalam keterangan pers kepada Republika.co.id, Jumat (10/12).

Kemdikbudristek sudah melahirkan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan. Aturan ini berlaku bagi sekolah di bawah Kemdikbudristek.

Menurut Satriwan, melalui PMA negara bertanggung jawab mencegah dan menanggulangi kekerasan seksual di satuan pendidikan agama. Madrasah, pesantren, seminari, dan guru pengasuh dibekali pemahaman serta keterampilan bagaimana cara mencegah dan menanggulangi jika kekerasan terjadi.

 

"Kita tengah mengalami darurat kekerasan seksual di satuan pendidikan, lahirnya PMA menjadi bukti negara tidak melakukan pembiaran," ujar Satriwan.

Satriwan meminta peserta didik dan orang tua tak takut melaporkan indikasi kekerasan seksual di tempatnya belajar. Peserta didik dapat melaporkan kalau ada ritual-ritual tertentu yang mengarah pada kekerasan seksual dari guru atau teman. Pihak kepolisian hendaknya juga bersikap responsif jika ada laporan indikasi kekerasan seksual dari masyarakat. 

"Jangan menunggu viral di media sosial, baru kemudian diperhatikan. Kami mendesak Kemenag, Kementerian PPPA, dan KPAI membuka hotline pengaduan masyarakat perihal tindak kekerasan di satuan pendidikan berbasis agama, sehingga lebih cepat ditindaklanjuti," ucap Satriwan.

P2G berharap Kemenag dan Kemdikbudristek memberikan pemahaman yang baik tentang konsep dan regulasi mengenai: Hak-hak Anak; UU Perlindungan Anak; Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan; dan Pendidikan Hukum dan HAM bagi para guru atau pengasuh satuan pendidikan.

"Para guru dan tenaga kependidikan hendaknya punya pemahaman, sikap sesuai aturan serta prinsip-prinsip penghargaan terhadap hak asasi anak. Sehingga ekosistem satuan pendidikan berbasis agama benar-benar melindungi dan aman bagi tumbuh kembang anak, bukan sebaliknya," tutur Satriwan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement