REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan perkembangan keuangan digital Indonesia terus mengalami pertumbuhan yang signifikan. Berdasarkan penelitian Google, Temasek, dan Bain Capital, pembayaran digital akan terus tumbuh kuat di Indonesia dengan nilai transaksi bruto pada 2025 capai 1,2 triliun dolar AS.
Sri mengatakan financial technology (fintech) atau teknologi finansial (tekfin) di Indonesia didominasi P2P lending dan pembayaran digital yang dalam beberapa tahun terakhir terus terjadi peningkatan, baik dari sisi jumlah akun peminjam maupun pemberi pinjaman serta total nominal pinjaman.
Selain itu, ucap Menkeu, nominal transaksi uang elektronik di Indonesia juga meningkat dari Rp 2 triliun pada 2012 menjadi lebih dari 100 kali lipat menjadi Rp 205 triliun pada 2020.
"Ini menggambarkan dalam kurang satu dekade, kenaikan 100 kali, jadi kita tidak bicara tentang pertumbuhan linier single digit, ini adalah eksponensial. Total nilai penjualan dari merchandise value ekonomi digital di Indonesia pada 2021 mencapai 70 miliar dolar AS dan ini merupakan nilai terbesar di Asia Tenggara," ujar Sri dalam Indonesia Fintech Summit 2021 di Bali, Sabtu (11/12).
Sri menyampaikan Tekfin kian berperan penting dalam layanan keuangan digital dan perubahan perilaku masyarakat menuju ekonomi digital. Kendati begitu, Sri mengatakan akselerasi keuangan digital juga memberikan tantangan bagi pemerintah untuk menciptakan regulasi dan iklim yang sehat lantaran timbulnya dampak negatif dari keuangan digital.
"Kita sudah mendengar beberapa kali bapak presiden menyampaikan mengenai dampak negatif seperti pinjaman online (pinjol)," ucap Sri.
Sri menyebut perkembangan teknologi juga memberikan konsekuensi dan risiko negatif, mulai dari mulai risiko terkait data privasi, kerugian finansial, hingga penipuan, terutama bagi masyarakat yang tidak cakap secara digital menjadi objek yang sangat mudah untuk dieksploitasi.
"Selama periode 2018 hingga 2021, satgas waspada investasi menutup sebanyak 3.365 pinjaman online (pinjol) ilegal di Indonesia," kata Sri.
Sri menyebut praktik kejahatan pinjol ilegal merupakan tantangan bersama bagi pemerintah, masyarakat, dan para industri pelaku industri yang memiliki komitmen untuk terus menjaga industrinya menjadi baik.
Sri mengatakan kemudahan yang ditawarkan teknologi digital harus diikuti dengan pengaturan dan pengawasan yang melindungi konsumen, namun tidak memgkerdilkan industri tekfin itu sendiri.
"Perhatian ini sebetulnya juga telah disampaikan pada saat bapak presiden membuka annual meeting IMF 2018 di Bali," ungkap Sri.
Pada saat itu, Jokowi mengeluarkan 12 elemen the Bali Fintech Agenda yang meliputi mendukung perkembangan fintech, memanfaatkan teknologi baru untuk meningkatkan pelayanan jasa keuangan, mendorong kompetisi serta berkomitmen kepada pasar yang terbuka, bebas dan teruji, perlunya inklusi keuangan untuk semua orang dan mengembangkan pasar keuangan, memantau perkembangan perubahan di sistem financial, menyesuaikan kerangka kebijakan dan praktek pengawasan terhadap perkembangan teknologi dan stabilitas sistem keuangan, melindungi integritas sistem keuangan, menyesuaikan kerangka hukum agar sesuai dengan perkembangan terkini, memastikan stabilitas moneter dan sistem keuangan domestik, mengembangkan sistem infrastruktur finansial dan data yang kuat guna memperoleh manfaat yang berkelanjutan dari fintech, mendorong kerjasama informasi internasional, dan meningkatkan pengawasan bersama oleh sistem moneter dan keuangan internasional.
Kata Sri, pemerintah memahami Tekfin memberikan suatu kesempatan untuk terjadinya pembangunan yang makin demokratis dan merata. Namun, ia menilai hal tidak akan terjadi dengan sendirinya apabila masih ada masyarakat yang belum memiliki kemampuan untuk bisa akses teknologi maupun akses dari sisi internet.
Oleh karena itu, ucap Sri, pemerintah terus melakukan investasi di bidang infrastruktur digital melalui APBN.
"Sejak 2019 hingga 2022, total investasi APBN untuk infrastruktur digital akan mencapai Rp 75 triliun, dari mulai sebelum 2019 sekitar Rp 7 triliun meningkat menjadi Rp 10 triliun pada 2020 dan kemudian pada 2021 akan meningkat," ucap Sri.
Sri berharap infrastruktur digital dapat membuka akses internet yang andal ke seluruh pelosok di Indonesia, terutama 20 ribu desa yang masih belum bisa terjangkau sistem internet. Pun dengan sekolah, fasilitas kesehatan bisa terkoneksi secara digital.
"Ini bagian untuk tidak hanya mendukung transformasi ekonomi tapi juga mendukung transformasi di sektor kesehatan dan pendidikan yang luar biasa penting," ungkap Sri.
Sri mengatakan pemerintah dan DPR saat ini sedang menyusun sebuah rancangan undang-undang untuk pengembangan dan penguatan sektor keuangan, yang mana sektor Tekfin menjadi salah satu bagiannya.
Dalam RUU ini, lanjut Sri, akan dibahas definisi dan ruang lingkup Tekfin, badan hukum penyelenggara Tekfin, pengaturan dan pengawasan, koordinasi pengaturan dan perizinan asosiasi Tekfin, dan perlindungan konsumen.
"Saya berharap di dalam proses ini komunikasi dan masukan dari para pelaku menjadi sangat sangat penting karena kita sedang terus memformulasikan kebijakan yang terbaik di dalam menghadapi perubahan teknologi yang sangat dinamis dan cepat," ungkapnya.
Pemerintah, lanjut Sri, juga akan mengusulkan perubahan istilah Tekfin menjadi inovasi teknologi sektor keuangan sehingga juga bisa mencakup kegiatan di dalam industri yang cukup luas.
Sri mengatakan manfaat perkembangan sektor keuangan digital begitu sangat besar, namun juga harus mewaspadai risiko. Ia menilai peranan Tekfin dan digital teknologi di dalam mentransformasikan ekonomi Indonesia sangat penting.
"Kita masih bisa terus mengembangkan kebijakan dan regulasi yang bisa terus memupuk potensi yang luar biasa dari teknologi digital dan juga Tekfin. Di sisi lain, kita juga harus menjaga keamanan data dan keselamatan dari masyarakat terhadap hal-hal yang sifatnya kriminal," kata Sri menambahkan.