REPUBLIKA.CO.ID, HANOI -- Pengadilan Vietnam pada Senin (13/12) menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara kepada mantan kepala badan pemerintahan Hanoi karena penyalahgunaan kekuasaan. Media pemerintah melaporkan hukuman kepada Nguyen Duc Chung dijatuhkan sebagai bagian dari tindakan keras terhadap korupsi oleh Partai Komunis yang berkuasa.
Chung dinyatakan bersalah atas tuduhan korupsi senilai 36 miliar dong atau setara 1,57 juta dolar AS dari proyek investasi publik. Dana tersebut dia gunakan untuk membantu perusahaan milik keluarganya. Pengacara Chung menolak memberikan komentar atas putusan baru pengadilan tersebut.
Tahun lalu, Chung dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena menyalahgunakan dokumen rahasia negara dan menyalahgunakan aset. Tindakan Chung ini menyebabkan kerugian anggaran negara senilai lebih dari 40 juta dolar AS.
Chung merupakan mantan kepala polisi Hanoi yang kemudian menjadi ketua Komite Rakyat Hanoi pada akhir 2015. Selama masa jabatannya, Hanoi berhasil memenangkan hak untuk menjadi tuan rumah balapan Formula 1.
Namun pertandingan dibatalkan karena pandemi Covid-19. Chung ditangkap tahun lalu ketika partai yang berkuasa meningkatkan aksi melawan korupsi.
Vietnam merupakan satu dari lima negara terakhir yang diatur sistem Komunis di dunia selain China, Kuba, Laos, dan Korea Utara. Dalam prosesnya, Vietnam kini mengincar rata-rata pertumbuhan produk domestik bruto tahunan sebesar tujuh persen selama lima tahun ke depan.
Dalam satu tahun terakhir ini, Vietnam telah melampaui sebagian besar perekonomian Asia. Bahkan, mereka mampu mencegah pandemi virus corona berkat tindakan karantina, pengujian, dan pelacakan yang ketat. Vietnam hanya melaporkan 1.500 infeksi Covid-19 dengan total 35 kematian.