REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia akan mengerahkan rudal nuklir jarak menengah di Eropa, sebagai tanggapan atas rencana NATO untuk melakukan hal yang serupa. Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov pada Senin (13/12) mengatakan kepada kantor berita RIA Moskow harus mengambil langkah tersebut jika NATO menolak mencegah eskalasi semacam itu.
Eropa melarang kekuatan nuklir jarak menengah (INF) berdasarkan perjanjian pada 1987, yang disepakati antara pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev dan Presiden Amerika Serikat (AS) Ronald Reagan. Perjanjian tersebut bertujuan menurunkan tensi dalam Perang Dingin.
Washington keluar dari pakta itu pada 2019, karena Rusia diduga melakukan pelanggaran. Ryabkov mengatakan, ada indikasi tidak langsung NATO bergerak untuk menghidupkan kembali INF.
“Kurangnya kemajuan menuju solusi politik dan diplomatik untuk masalah ini akan menyebabkan tanggapan kami bersifat militer dan teknis militer. Artinya, ini akan menjadi konfrontasi, ini akan menjadi putaran berikutnya, munculnya sumber daya seperti itu di pihak kita," ujar Ryabkov.
NATO mengatakan, tidak akan ada rudal baru AS di Eropa. NATO menyatakan kesiapan untuk menghalangi rudal baru Rusia dengan respons terukur yang hanya akan melibatkan senjata konvensional. Ryabkov mengatakan Rusia kurang memiliki kepercayaan kepada NATO.
Pada 6 Oktober lalu, NATO mengumumkan mereka telah mengurangi staf misi Rusia di markas besarnya di Brussels, Belgia. Awalnya Rusia memiliki 20 staf misi, tapi dipangkas menjadi 10 saja.
NATO pun mencabut akreditasi delapan diplomat dan menghapus dua posisi kosong. Para diplomat Rusia kemudian diminta meninggalkan Brussels pada akhir Oktober. Pada 18 Oktober, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengumumkan Rusia akan menangguhkan misinya ke NATO mulai November dan seterusnya.
Itu merupakan aksi balasan atas keputusan yang diambil aliansi tersebut terhadap negaranya. Lavrov juga mengatakan pekerjaan misi penghubung militer NATO dan kantor informasi di Moskow akan ditangguhkan.