REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pemerintah bayangan Myanmar akan mengizinkan penggunaan stablecoin terbesar di dunia, Tether, sebagai mata uang resmi. Hal ini berpotensi membuat pemerintah bayangan lebih mudah untuk mengumpulkan dana dan melakukan pembayaran.
Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), yang terdiri dari kelompok-kelompok pro-demokrasi dan sisa-sisa pemerintahan sipil Myanmar yang digulingkan dalam kudeta militer awal tahun ini, telah berupaya mengumpulkan dana untuk menggulingkan pemerintah militer yang berkuasa. Menteri NUG yang bertanggung jawab atas perencanaan, keuangan dan investasi, Tin Tun Naing, mengatakan, NUG akan secara resmi mengakui USD Tether sebagai mata uang resmi. Penggunaan Tether akan memungkinkan transaksi menjadi lebih cepat.
Tether dapat ditransfer dengan cara yang mirip dengan cryptocurrency lain seperti Bitcoin, sehingga menyulitkan pemerintah dan otoritas lain untuk melacak atau mencegah pembayaran.
Nilainya secara resmi dipatok ke dolar AS dan tetap stabil, tidak seperti kebanyakan cryptocurrency lainnya. Tether memiliki nilai pasar 76 miliar dolar AS.
Pebankan dan sistem keuangan Myanmar mengalami kekacauan sejak kudeta. Kelompok-kelompok oposisi mencoba untuk menahan upaya militer mengkonsolidasikan kekuasaan dengan mendorong orang untuk tidak membayar pajak. Termasuk bergabung dengan kampanye pembangkangan sipil, serta memboikot bisnis yang terkait dengan militer.
Sementara itu, akses NUG ke dana pemerintah telah ditutup. Bulan lalu, NUG mulai menjual obligasi ke sebagian besar warga negara Myanmar di luar negeri untuk mengumpulkan dana revolusi.
Transaksi dengan menggunakan Tether akan sulit dilacak oleh pihak berwenang. Namun, stablecoin telah diawasi oleh regulator keuangan di negara maju yang khawatir penggunaannya secara luas dapat merusak stabilitas keuangan karena kurangnya transparansi.