REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Kementerian Agama (Kemenag) akan segera melakukan investigasi terkait dugaan kasus pencabulan yang dilakukan oleh salah seorang oknum guru kepada santriwatinya di Kabupaten Tasikmalaya. Investigasi itu dilakukan untuk menentukan langkah yang akan diambil oleh Kemenag.
Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Tasikmalaya, Usep Saepudin, mengatakan, pihaknya langsung melakukan koordinasi dengan Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag Jawa Barat (Jabar) usai mendapat laporan terkait kasus itu. Menurut dia, Kemenag akan segera melakukan investigasi langsung ke pesantren tersebut.
"Nanti dari Kanwil akan langsung melakukan investigasi ke pesantren tersebut. Rencana minggu ini kota turun untuk investigasi karena kemarin dari Kanwil sedang mengurus kasus yang di Kota Bandung," kata dia, saat dihubungi Republika, Kamis (16/12).
Saat ini, pedantren tersebut masih beroperasi seperti biasa. Namun, pihaknya tetap melakukan pemantauan. Apabila telah dilakukan investigasi dan pesantren dinyatakan lalai, bukan tidak mungkin lembaga tersebut akan ditutup.
"Di Tasikmalaya ini juga bisa saja dilakukan sanksi penutupan, seperti di Bandung. Tapi tunggu investigasi dulu ke lokasi untuk mengetahui kasusnya," kata dia.
Usep mengatakan, pesantren itu memang telah terdaftar di Kemenag. Di pesantren itu juga cukup banyak santrinya.
Ihwal langkah untuk mengantisipasi peristiwa serupa terjadi di lingkungan pesantren, Kemenag akan lebih masif melakukan pembinaan. Pihaknya juga akan lebih selektif untuk memberikan rekomendasi izin pendirian pesantren.
"Kalau hanya nama saja, tidak ada santri, tidak akan diberikan izin. Termasuk juga untuk pengajar akan lebih selektif," kata Usep.
Ketua PCNU Kabupaten Tasikmalaya, KH Atam Rustam, mengaku prihatin dengan kasus dugaan pencabulan di lingkungan pesantren. Adanya proses hukum dari aparat kepolisian diharapkan dapat menjadi efek jera, sehingga peristiwa itu tak akan terjadi lagi di kemudian hari.
"Kami juga berterima kasih kepada Kapolres yang menyikapi dengan baik dan cepat atas kejadian ini. Jadi masyarakat tidak kebingungan dan muncul hoaks," kata dia.
Kiai Atam mengatakan, tersangka dalam kasus itu merupakan oknum. Tersangka tak mengatasnamakan lembaga pesantren dalam melakukan aksinya. Karena itu, ia meminta masyarakat tidak menganggap negatif ke lembaga pesantren.
"Lembaga sendiri masih berkegiatan. Karena tidak ada pengaruh," kata dia.
Ke depan, ia berharap, pemerintah dapat melakukan pengawasan yang lebih ketat. Pihaknya juga akan memusyawarahkan dengan pemerintah terkait langkah pengawasan yang akan dilakukan.
Sebelumnya, polisi menetapkan seorang guru pesantren di Kabupaten Tasikmalaya berinisial AS (48) menjadi tersangka kasus pencabulan. Guru tersebut tersebut diduga melakukan kepada tiga santrinya yang masih berstatus di bawah umur.
Kapolres Tasikmalaya, AKBP Rimsyahtono, mengatakan, aparat kepolisian menerima laporan terkait kasus itu dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya pada 7 Desember. Setelah dilakukan penyelidikan dan penyidikan, polisi menetapkan satu orang tersangka dalam kasus itu.
"Saat ini kami sudah menetapkan tersangka setelah melengkapi alat bukti," kata dia saat konferensi pers, Kamis (16/12).
Tersangka melakukan aksinya dengan modus menawarkan pengobatan kepada anak asuhnya yang sakit. Dengan modus mengobati dengan memijat, tersangka melakukan pencabulan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, aksi itu dilakukan di asrama putri salah satu pondok pesantren di Kabupaten Tasikmalaya. Aksi terkahir diketahui terjadi pada Agustus 2021.
Rimsyahtono mengatakan, polisi telah menyita sejumlah barang bukti, di antaranya ponsel, tangkapan layar percakapan korban atau saksi dengan tersangka, serta pakaian korban saat kejadian. "Korban semua di bawah umur. Tersangka adalah pengajar," kata dia.