Jumat 17 Dec 2021 11:52 WIB

PPA Restrukturisasi dan Revitalisasi Barata

PascaPKPU, PPA akan mengembalikan fokus bisnis utama Barata yaitu di manufaktur.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Nidia Zuraya
Logo PT Barata Indonesia (Persero).
Logo PT Barata Indonesia (Persero).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA menorehkan pencapaian penting dalam menjalankan bisnisnya yakni melakukan restrukturisasi dan revitalisasi BUMN, dengan menyelesaikan salah satu langkah restrukturisasi PT Barata Indonesia (Persero) melalui skema Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang ditandai dengan putusan homologasi PN Surabaya pada 6 Desember 2021. 

"PKPU Barata merupakan langkah awal bagi perusahaan untuk kembali fokus pada bisnis utama di industri manufaktur Indonesia," ujar Direktur Utama PPA Yadi Jaya Ruchandi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (17/12).

Baca Juga

Atas hasil putusan homologasi tersebut, ucap Yadi, Barata memiliki kesempatan menunda kewajibannya sebesar Rp 4 triliun sehingga ekuitas perusahaan menjadi positif Rp 510 miliar dari yang sebelumnya minus Rp 181 miliar. 

Kata Yadi, pascaPKPU, PPA akan mengembalikan fokus bisnis utama Barata yaitu di bidang manufaktur, yang senantiasa berorientasi pada pemenuhan pasar manufaktur domestik, penguatan pasar ekspor produk manufaktur unggulan perusahaan, dan mendorong peningkatan Komponen Dalam Negeri (TKDN) hingga 45 persen.

"Dengan pemenuhan TKDN yang tinggi, Barata diharapkan dapat memberikan dampak peningkatan nilai ekonomi dan sosial yang positif kepada UMKM. PPA juga akan memperkuat proses bisnis dan memperbaiki kondisi keuangan Barata agar perusahaan dapat menjaga keberlanjutan usahanya," lanjut Yadi.

Yadi menyampaikan terima kasih atas dukungan penuh dari seluruh pemangku kepentingan sehingga upaya proses restrukturisasi keuangan Barata dapat dilaksanakan dengan baik. 

"Restrukturisasi ini komitmen kami untuk menjalankan peran sebagai National Asset Management Company (NAMCO) melalui strategi turn around pada Barata agar dapat berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi melalui penguatan BUMN manufaktur di Indonesia," kata Yadi.

Langkah restrukturisasi yang dilakukan PPA pada Barata mendapatkan apresiasi dan dukungan dari Komisi VI DPR RI yang disampaikan pada Rapat Panitia Kerja Penyehatan dan Restrukturisasi BUMN Komisi VI DPR RI dengan Wakil Menteri BUMN II yang membahas rencana restrukturisasi Barata Indonesia di Jakarta,  Selasa (14/12).

Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade mendukung kerja konkret dari Kementerian BUMN dan PPA menyelesaikan restrukturisasi pada Barata.

"Salah satunya rencana menovasikan kewajiban supplier yang dibiayai BSI kepada Barata sehingga tingkat kolektabilitas para supplier yang tercatat pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dapat menurun," ujar Andre.

Dukungan tersebut juga diamini oleh pimpinan rapat sekaligus Wakil Ketua Komisi VI DPR Mohamad Hekal.

Kata Hekal, Komisi VI DPR mengapresiasi langkah Kementerian BUMN dalam proses restrukturisasi Barata melalui jalur PKPU yang bertujuan memberikan perlindungan kepada BUMN agar dapat kembali mengembangkan bisnisnya. 

"Komisi VI DPR meminta Kementerian BUMN senantiasa memperhatikan kondisi supplier atau vendor BUMN mengingat sebagian besar dari mereka adalah pelaku usaha UMKM yang juga mempunyai peran yang besar dalam pembukaan lapangan pekerjaan di Indonesia," kata Hekal.

Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan Barata sebagai BUMN yang bergerak di industri manufaktur memiliki potensi pasar yang luas, bahkan permintaan dari ekosistem BUMN sendiri sangat prospektif. 

Maka dari itu, Kartika berharap, proses restrukturisasi melalui PKPU dan manajemen baru di Barata dapat meningkatkan kualitas keuangan dan keberlanjutan usahanya sehingga perusahaan mampu berkontribusi optimal bagi negara. 

"Langkah ini adalah komitmen kami untuk memperkuat ekosistem BUMN dalam rangka menciptakan nilai ekonomi dan sosial untuk Indonesia," ungkap Kartika.

Barata merupakan salah satu perusahaan manufaktur tertua di Indonesia yang berdiri sejak 1901. Perusahaan yang berbasis di Gresik, Jawa Timur ini memiliki spesialisasi di bidang industri pangan, energi, air, serta permesinan dan komponen.

Barata mengalami kondisi finansial, operasional, dan beban utang yang besar sejak 2018. Berdasarkan observasi dan audit yang dilakukan PPA, diperlukan restrukturisasi utang untuk memitigasi risiko likuiditas dan solvabilitas Barata yang memiliki rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio (DER) hingga -21,4x. PT PPA sebagai pemegang SKK atas Barata telah melaksanakan langkah-langkah restrukturisasi terhadap Barata sesuai dengan peta jalan penanganan.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement