Sabtu 18 Dec 2021 00:33 WIB

Disayangkan Sikap DPR tak Segera Bahas RUU TPKS 

Perlunya menyegerakan RUU ini menjadi UU, karena marak kasus kekerasan seksual.

Rep: Amri Amrullah/Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Kekerasan Seksual (ilustrasi)
Foto: STRAITS TIMES
Kekerasan Seksual (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok masyarakat sipil pemerhati penegakkan hukum dan keadilan menyayangkan sikap DPR yang tidak menyegerakan pembahasan Rancangan Undang Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) ditengah semakin maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat. Perwakilan kelompok masyarakat sipil dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) berharap, di masa sidang selanjutnya pada awal tahun depan, RUU TPKS ini sudah dimulai pembahasannya.

Direktur eksekutif ICJR, Erasmus Abraham Todo Napitupulu mengungkapkan pihaknya sangat menyayangkan tidak ditetapkannya RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR pada rapat paripurna pada Kamis 16 Desember 2021, kemarin. "Kami menyerukan bahwa pembahasan RUU TPKS harus dimulai seketika ketika masa sidang selanjutnya dilakukan," katanya dalam keterangan pers, Jumat (17/12).

Setelah itu, dia berharap, Badan Musyawarah DPR harus segera menentukan apakah RUU TPKS akan dibahas dalam Rapat Komisi/ Rapat Gabungan Komisi/ Rapat Baleg atau Panitia khusus lintas komisi, untuk kemudian dibahas bersama Pemerintah. Perlunya menyegerakan RUU ini menjadi UU, menurut dia, melihat kasus kekerasan seksual yang belakangan diberitakan, dengan berbagai permasalahannya.

Kasus kekerasanpun sangat merugikan korban yang sampai saat ini belum ada solusi. Di antaranya mulai dari sulitnya korban mendapat ruang aman, adanya ancaman kriminalisasi bagi korban, hingga korban dan keluarga korban sulit mendapatkan perlindungan dan pemulihan yang komprehensif. "Karena itu, maka RUU TPKS semakin dibutuhkan," ujarnya.

ICJR bersama IJRS (Indonesia Judicial Research Society) dan PUSKAPA (Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak) UI mendorong agar pembahasan RUU TPKS antara DPR dan Pemerintah dilakukan dengan komprehensif. Harapannya bisa menghasilkan peraturan yang melindungi secara menyeluruh korban dan hak-haknya.

"Pembahasan harus dilakukan dengan semangat mengedepankan kepentingan korban kekerasan seksual dan menekankan perlindungan setiap orang menjadi korban kekerasan seksual," terangnya.

Berdasarkan draf RUU TPKS versi Baleg pada 8 Desember 2021, ICJR, IJRS, dan PUSKAPA memberikan apresiasi adanya perkembangan substansi draf yang mengarah pada kemajuan. Mulai dari pengaturan ketentuan tindak pidana yang mengarah pada penghindaran duplikasi pengaturan yang sudah ada, masuknya ketentuan tindak pidana berkaitan dengan pelecehan seksual dalam ranah elektronik, hingga mengakomodir substansi yang sempat hilang mengenai sikap aparat penegak hukum dalam berinteraksi dengan korban kekerasan seksual.

Selanjutnya, akan sangat menyambut baik bila RUU TPKS masuk sebagai RUU inisiatif DPR yang kemudian akan dibahas bersama Pemerintah. Untuk itu ICJR, IJRS, dan PUSKAPA, merekomendasikan beberapa hal. Diantaranya DPR segera tetapkan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR. ICJR juga berharap Badan Musyawarah (Bamus) segera menentukan penanggung jawab untuk membahas RUU TPKS di DPR untuk masa sidang berikutnya

"Presiden segera menunjuk penanggung jawab untuk membahas RUU TPKS mewakili pemerintah. Pemerintah pun perlu mengambil sikap dan mempublikasikannya terhadap RUU TPKS. Pembahasan RUU TPKS antara DPR dan Pemerintah harus selalu terbuka, substansial, dan mengakomodasi perbaikan yang diusulkan," paparnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement