REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR - Pemerintah Malaysia menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang rekrutmen tenaga kerja dengan Bangladesh setelah perundingan dengan Indonesia belum membuahkan hasil.
"MoU tentang perekrutan pekerja Bangladesh di Malaysia ditandatangani dengan rekan saya, Menteri Kesejahteraan Ekspatriat dan Ketenagakerjaan Luar Negeri Bangladesh Imran Ahmed hari ini di Kuala Lumpur," ujar Menteri SDM Malaysia, M Saravanan di Kuala Lumpur, Ahad (19/12).
Dia mengatakan, MoU ini merupakan tindak lanjut dari persetujuan rapat kabinet untuk segera menyelesaikan masalah ini. "MoU sebelumnya berakhir pada 17 Februari 2021 dan MoU baru ini berlaku selama lima tahun sampai Desember 2026," jelasnya.
MoU ini antara lain menguraikan tanggung jawab Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Republik Rakyat Bangladesh termasuk pengusaha dari Malaysia dan karyawan dari Bangladesh serta tanggung jawab agen- agen tenaga kerja swasta kedua negara. Pelaksanaan MoU ini akan diatur oleh joint working group (JWG) yang terdiri dari kedua negara.
Per 30 November 2021, total 326.669 pekerja Bangladesh bekerja di Malaysia dengan mayoritas di sektor manufaktur (111.694) dan sektor konstruksi (136.897). "Penandatanganan MoU ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan mendesak akan tenaga kerja asing, termasuk di bidang perkebunan, yang telah disetujui oleh Kabinet sebanyak 32 ribu sebagai pengecualian khusus," kata Saravanan.
Pasalnya, ujar dia, ada pembatasan masuknya tenaga kerja Indonesia ke sektor perkebunan hingga penandatanganan MoU pekerja rumah tangga Indonesia. "Kementerian Sumber Daya Manusia juga telah menetapkan bahwa pemberi kerja yang ingin mempekerjakan pekerja asing harus menyediakan fasilitas perumahan atau akomodasi sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Standar Minimum Perumahan, Akomodasi, dan Fasilitas Karyawan (UU 446)," katanya.
Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi unsur kerja paksa terkait dengan fasilitas akomodasi atau perumahan pekerja. "Sejalan dengan keputusan rapat kabinet pada 10 Desember 2012 yang mengizinkan perekrutan TKA terbuka untuk semua sektor selain sektor perkebunan sebagaimana telah disepakati sebelumnya, prosedur standar operasi (SOP) pemasukan TKA ke semua sektor telah dirampingkan dan ditingkatkan," terang Saravanan.
SOP ini meliputi empat fase yaitu pra-pelepasan, pada saat kedatangan, setelah kedatangan (masa karantina), dan pascakarantina. Tahap pra-pelepasan mencakup aspek kebutuhan untuk melengkapi vaksinasi Covid-19 di negara sumber dan tes skrining RT-PCR dilakukan dua hari sebelum pelepasan. Pada tahap kedatangan, TKA hanya diperbolehkan masuk melalui satu pintu gerbang internasional yaitu Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) untuk jalur udara.
Sedangkan Bukit Kayu Hitam, Wang Kelian, dan Rantau Panjang untuk jalur darat yang dibatasi untuk awak kapal penangkap ikan Thailand. "Untuk fase pascakedatangan yaitu masa karantina, TKA akan ditempatkan di pusat karantina di Lembah Klang selama tujuh hari di mana akan dilakukan skrining pada hari kedua dan kelima masa karantina," katanya.
Pada fase pascakarantina, TKA akan dibawa ke tempat kerja masing-masing dan akan menjalani pemeriksaan kesehatan. Menurut Saravanan, masuknya TKA termasuk dari Bangladesh akan diawasi secara ketat berdasarkan SOP Kementerian Sumber Daya Manusia bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Malaysia dan Majelis Keamanan Nasional.