REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak memastikan Pemprov Jatim bakal terus menyuarakan program-program terkait perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak.
Emil menjelaskan, berdasarkan data sistem informasi online, kekerasan perempuan dan anak di Jatim tercatat sebanyak 668 kasus. Meliputi kekerasan fisik 340 kasus, kekerasan psikis 272 kasus, 80 kasus kekerasan seksual, 6 kasus eksploitasi, 12 kasus trafficking, 107 kasus penelantaran, dan 509 kasus kekerasan lainnya.
"Kami tentunya memiliki komitmen untuk mengarusutamakan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dalam pembangunan kita. Indeks Pembangunan Manusia bukan satu-satunya indeks kinerja utama kami, tapi juga indeks pembangunan gender," ujarnya, Rabu (22/12).
Emil mengaku, Pemprov Jatim telah berusaha mewujudkan komitmen tersebut dengan berbagai cara. Di antaranya dengan mendorong koperasi wanita dan program-program seperti gerakan peduli ibu dan anak berbasis keluarga. Emil menyatakan, pihaknya ingin meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam aspek kewirausahaan.
Pemprov Jatim juga diakuinya telah membangun pusat pelayanan terpadu berbasis rumah sakit yang meliputi medikolegal, psikososial, dan bantuan hukum secara lintas fungsi dan lintas sektoral. "Jadi nanti program dengan pusat pelayanan terpadu akan memastikan ada semacam follow-up untuk menindaklanjuti apa yang ditemukan di tingkat desa maupun kelurahan," kata Emil.
Emil percaya, program-program tersebut merupakan suatu terobosan yang dapat mengangkat kualitas hidup perempuan dan anak. Meskipun diakuinya upaya tersebut terbilang sulit dicapai dengan banyaknya ketimpangan sosial berbasis gender di berbagai lini.
"Kalau bicara soal perempuan, setengah dari populasi kita adalah perempuan. Jadi, harusnya berbagai sektor juga merepresentasikan perempuan. Tapi biasanya representasi ini tidak proporsional," kata Emil.
Emil mencontohkan mereka yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat yang didominasi kaum adam. Terkadang juga tidak ada inovasi seperti perencanaan pembangunan desa yang khusus melibatkan perempuan atau perwakilan anak-anak, sehingga suara mereka tidak terdengar dalam merancang pembangunan program desa maupun kelurahan.