Senin 27 Dec 2021 19:10 WIB

Pertamina Pantau Penyaluran Elpiji Melon

Pertamina mengimbau agar pengguna LPG nonsubsidi tidak beralih ke LPG subsidi

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
Kenaikan harga gas elpiji nonsubsidi tak menutup kemungkinan terjadinya shifting konsumsi masyarakat dari gas 12 kilogram (kg) ke elpiji 3 kg atau gas melon. (Pertamina).
Foto: ASPRILLA DWI ADHA/ANTARA FOTO
Kenaikan harga gas elpiji nonsubsidi tak menutup kemungkinan terjadinya shifting konsumsi masyarakat dari gas 12 kilogram (kg) ke elpiji 3 kg atau gas melon. (Pertamina).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga gas elpiji nonsubsidi tak menutup kemungkinan terjadinya shifting konsumsi masyarakat dari gas 12 kilogram (kg) ke elpiji 3 kg atau gas melon. Untuk itu Pertamina berupaya untuk melakukan pemantauan penyaluran gas melon.

Corporate Secretary Sub Holding Commercial & Trading Pertamina, Irto Ginting, menjelaskan PT Pertamina (Persero) akan melakukan monitoring dari stok dan penyaluran elpiji bersubsidi. Disatu sisi, Pertamina juga terus mengedukasi masyarakat untuk tidak mengkonsumsi elpiji bersubsidi bagi masyarakat yang mampu.

Baca Juga

"Kami mengimbau agar pengguna LPG nonsubsidi tidak beralih ke LPG subsidi. Kami akan terus melakukan monitoring stok dan penyaluran LPG kepada masyarakat," ujar Irto kepada Republika, Senin (27/12).

PT Pertamina (Persero) resmi mengubah harga jual elpiji non subsidi. Kenaikan harga elpiji 12 kg dan 5 kg ini berkisar antara Rp 1.600 - Rp 2.600 per kg. Irto memastikan kenaikan harga ini hanya terjadi di elpiji diluar subsidi. Untuk elpiji subsidi 3 kilo tak ada penyesuaian harga. "LPG subsidi 3 kg yang secara konsumsi nasional mencapai 92,5 persen tidak mengalami penyesuaian harga, tetap mengacu kepada Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah," tambah Irto.

Irto juga memastikan Pertamina tetap akan menjamin stok dan distribusi elpiji di seluruh Indonesia. "Pertamina akan memastikan stok dan distribusi LPG berjalan dengan maksimal serta melanjutkan edukasi penggunaan LPG yang tepat sasaran," tambah Irto.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Muhammad Faisal mengatakan shifting ini dikarenakan kenaikan harga elpiji 12 kg dan 5,5 kg menggerus daya beli masyarakat. "Selain potensi menggerus daya beli masyarakat, tentunya masalah suplai dari gas melon sebagai imbas dari shifting akibat penaikan harga elpiji 12 dan 5,5 kg memang sesuatu yg perlu diantisipasi," ujar Faisal.

Faisal menilai, hal ini berpotensi terjadi karena masyarakat di tengah kondisi masih terpukul pandemi, cenderung mencari harga yang lebih murah. Belum lagi, momen kenaikan elpiji 12 kg dan 5,5 kg ini berbarengan dengan harga telur, minyak goreng dan cabai yang meroket.

Kondisi ini kata Faisal juga berpotensi membuat subsidi elpiji gas melon jebol. Ia menilai, perlu ada langkah antisipasi dari Pertamina maupun Kementerian ESDM dalam merespon kebijakan yang dikeluarkan.

"Disamping itu tentu saja perlu kontrol agar shifting dapat diminimalisir karena mengakibatkan ketidaktepatan sasaran penggunaan gas elpiji bersubsidi," ujar Faisal.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement