REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Perempuan Afghanistan menggelar aksi protes dan menyerukan agar hak-hak mereka dihormati. Sekitar 30 perempuan berkumpul di dekat sebuah masjid di pusat Kabul pada Selasa (28/12), sambil meneriakkan "keadilan, keadilan".
Aksi para perempuan itu kemudian dihentikan oleh pasukan Taliban. Selain itu, Taliban juga berusaha mencegah wartawan meliput aksi tersebut. Pejuang Taliban menahan sekelompok wartawan dan menyita peralatan dari beberapa fotografer. Taliban juga menghapus foto-foto dari kamera para fotografer sebelum mengembalikannya.
Para pengunjuk rasa menyampaikan protes terhadap pembatasan yang dihadapi perempuan di bawah kepemimpinan Taliban. Belum lama ini, Taliban mengeluarkan pedoman baru yang melarang wanita bepergian jauh, kecuali dikawal oleh kerabat pria.
“Hak-hak perempuan adalah hak asasi manusia. Kami harus mempertahankan hak kami,” ujar seorang pengunjuk rasa Nayera Koahistani, dilansir Aljazirah, Rabu (29/12).
Ketua Jaringan Wanita Afghanistan, Mahbooba Saraj, mengatakan, pedoman baru yang dikeluarkan oleh Taliban menyulitkan kaum perempuan yang tidak memiliki mahram atau wali laki-laki untuk menemani mereka. “Ini adalah cara lain untuk menempatkan pembatasan pada wanita tanpa alasan yang jelas,” kata Saraj.
Rekaman video yang diunggah di media sosial pada Selasa menunjukkan aksi protes kelompok perempuan lainnya di Kabul. Aksi protes itu juga menyerukan agar perempuan diizinkan mendapatkan pendidikan dan kesempatan kerja. Pejuang Taliban secara tiba-tiba melepaskan tembakan ke udara untuk mengakhiri aksi protes tersebut.
Para pemimpin Taliban telah berusaha untuk memproyeksikan citra yang lebih moderat dalam beberapa bulan terakhir. Mereka berjanji bahwa, perempuan dan anak perempuan dapat bersekolah dan bekerja sesuai dengan hukum Islam.
Namun, janji tersebut tidak ditepati. Di sejumlah provinsi, Taliban tidak mengizinkan anak perempuan sekolah menengah untuk kembali ke kelas.
Selain menuntut hak perempuan, aksi protes juga menyoroti tuduha bahwa Taliban melakukan pembunuhan di luar proses hukum. Amnesty International dan Human Rights Watch mengatakan ada tuduhan kredibel lebih dari 100 pembunuhan di luar proses hukum oleh Taliban sejak kembali menguasai Afghanistan.
“Saya ingin memberitahu dunia, memberitahu Taliban untuk berhenti membunuh. Kami menginginkan kebebasan, kami menginginkan keadilan, kami menginginkan hak asasi manusia," kata Koahistani.
Dalam sebuah pernyataan yang dibacakan oleh seorang pengunjuk rasa, Laila Basam, para demonstran meminta Taliban untuk menghentikan mesin kriminalnya. Pernyataan itu mengatakan, mantan tentara dan mantan karyawan pemerintah yang digulingkan berada di bawah ancaman. Tindakan Taliban itu tidak sesuai dengan janji amnesti yang diserukan sejak mereka mengambil alih Kabul pada Agustus lalu.
Sejak kembali berkuasa, Taliban secara efektif melarang aksi protes. Mereka kerap melakukan intervensi untuk menghentikan aksi demonstrasi yang menentang kekuasaan Taliban.