REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat ada 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis sejak 1 Januari sampai 25 Desember 2021. AJI mengungkap, pelaku kekerasan terhadap jurnalis didominasi oleh oknum petugas kepolisian.
Sekretaris Jenderal AJI Ika Ningtyas merinci dari 43 kasus kekerasan terhadap jurnalis, 12 di antaranya dilakukan oleh polisi. "Kami mendata pada tahun 2021, ada 12 kasus (kekerasan) yang dicatat AJI pelakunya adalah polisi," kata Ika dalam konferensi pers yang digelar virtual pada Rabu (29/12).
Ika menyayangkan hanya satu kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diproses yang ke pengadilan dari 43 kasus. Yaitu kasus pemukulan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi, di mana dua personel kepolisian dijadikan tersangka.
"Kami melihat ada upaya untuk memperpanjang praktik impunitas terhadap kejahatan kepada jurnalistik," ujar Ika.
Ika khawatir kasus kekerasan terhadap jurnalis bisa saja berlanjut di tahun berikutnya bila kasus semacam ini tak diproses hukum hingga tuntas. "Tentunya praktik impunitas ini harus diperhatikan oleh pemerintah supaya ke depannya tidak ada lagi kasus kekerasan kepada jurnalis," ucap Ika.
Selain polisi, pihak yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis ialah orang tidak dikenal sebanyak 10 kasus, aparat pemerintah delapan kasus, pekerja profesional, dan warga masing-masing empat kasus. Terakhir kelompok birokrat, jasa, ormas, perusahaan, dan TNI masing-masing satu kasus.
Sementara itu Ketua Divisi Advokasi AJI, Erick Tanjung, menjelaskan, dari 43 kasus kekerasan pada jurnalis terdiri dari 9 teror dan intimidasi, 7 kekerasan fisik, dan 7 pelarangan peliputan. Berikutnya ada 7 ancaman, 5 serangan digital, 4 penuntutan hukum, 3 penghapusan peliputan, dan 1 penahanan.
"Ada tindakan memata-matai dan menguntit terhadap jurnalis tim Indonesialeaks (Suara.com, Tempo, Jaring, Tirto.id, Independen.id, KBR, The Gecko Project) yang menginvestigasi liputan mengenai polemik tes wawasan Kebangsaan pegawai KPK," tutur Eka.