Jumat 31 Dec 2021 12:39 WIB

Teladan Nabi Musa dalam Menapaki Perjalanan Tahun yang Baru

Pelajaran reflektif ini dapat dilakukan oleh semua orang yang memiliki tujuan hidup.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Ani Nursalikah
Teladan Nabi Musa dalam Menapaki Perjalanan Tahun yang Baru
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Teladan Nabi Musa dalam Menapaki Perjalanan Tahun yang Baru

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun baru sudah di depan mata, berbagai kegiatan telah mengisi jadwal agenda untuk diisi hingga pergantian tahun nanti. Namun, seringkali berbagai kegiatan mengisi pergantian tahun tersebut jauh dari hal-hal reflektif yang mampu memperbaiki masa depan dan tujuan hidup di tahun mendatang.

Seorang aktivis wanita Muslim dan penggerak komunitas Muslim Yaman di Amerika Hana Alasary mencoba mengajak bagaimana menjalani perjalanan pergantian tahun yang baru sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Musa AS. Pelajaran reflektif ini dapat dilakukan oleh semua orang yang memiliki tujuan baik itu mental, kebugaran, finansial, maupun sekadar bertahan hidup.

Baca Juga

Kenali bagaimana tindakan Anda membawa Anda ke tempat Anda sekarang

Jaga diri Anda untuk selalu menjadi pribadi yang bertanggung jawab. Sebelum memutuskan mengubah titik akhir Anda, Anda perlu merenungkan bagaimana Anda sampai di sana. Jika ada sampai pada satu titik sekarang, apa yang Anda lakukan (atau tidak lakukan) yang berkontribusi pada situasi yang ingin Anda ubah?

Jika ada hal-hal yang benar-benar bukan kesalahan Anda, keadaan apa di sekitar Anda yang Anda kuasai untuk membuat segalanya lebih mudah?

Nabi Musa pernah melakukan pendekatan strategi ini. {Suatu hari˺ dia memasuki kota tanpa diketahui kaumnya. Di sana ia menemukan dua pria berkelahi: satu dari rakyatnya sendiri, dan yang lainnya dari musuhnya. Pria dari kaumnya memanggilnya untuk meminta bantuan melawan musuhnya. Jadi Musa meninju dia, menyebabkan kematiannya. Musa berseru, “Ini dari pekerjaan setan. Dia jelas merupakan musuh bebuyutan yang menyesatkan.”

Dia memohon, “Ya Tuhanku! Saya benar-benar telah menganiaya jiwa saya, jadi maafkan saya. ”Maka Allah memaafkannya, karena˺ Dia memang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. } (Al-Qasas 28:15-16]

Tindakan Musa menyebabkan peristiwa bencana. Itu akan membantunya untuk menyalahkan orang lain. Tapi, dia menerima dan tetap akan tanggung jawab atas kesalahannya dan berdoa kepada Tuhan untuk pengampunan. Ketika situasi serupa sering muncul kemudian, dia menghindarinya seperti wabah.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement