REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks harga saham gabungan (IHSG) dibuka di zona merah pada perdagangan awal pekan ini, Senin (10/1/2022). IHSG pagi ini terkoreksi ke posisi 6.697,37 setelah ditutup menguat sebesar 0,72 persen pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Sementara itu, investor asing mulai kembali membukukan pembelian degan menarget saham-saham berkapitalisasi jumbo, seperti TLKM, BBRI, BMRI ASII, hingga EMTK. Meski demikian, asing juga melepas beberapa saham big cap, seperti BBCA, ADRO, dan ISAT.
Phillip Sekuritas Indonesia IHSG memperkirakan IHSG akan bergerak turun hari ini, sejalan dengan pergerakan saham di kawasan Asia. "Indeks saham di Asia pagi ini dibuka datar dengan kecenderungan melemah," tulis Phillip Sekuritas Indonesia dalam risetnya, Senin (10/1/2022).
Menurut Phillip Sekuritas, investor menantikan rilis data inflasi (Consumer Price Index atau CPI) Amerika Serikat (AS) pada Rabu mendatang. Data ini dapat mendorong kenaikan suku bunga acuan lebih cepat oleh bank sentral AS, Federal Reserve.
Selain itu, investor juga masih mempertimbangkan pukulan terhadap ekonomi dari penyebaran varian omicron. Ledakan jumlah kasus global telah mengancam memangkas belanja konsumen dan pertumbuhan ekonomi tepat pada saat Federal Reserve mempertimbangkan untuk mematikan keran likuiditas
Indeks saham utama di Wall Street mencatatkan penurunan pada minggu pertama perdagangan tahun 2022 dengan NASDAQ jatuh 4,5 persen, terparah sejak Februari 2021. Sementara, S&P 500 membukukan penurunan mingguan hampir 2 persen sementara DJIA menciut 0,3 persen.
Imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah AS bertenor 10 tahun naik 5 bps menjadi 1,77 persen. Yield surat utang Pemerintah AS bergerak naik sepanjang minggu lalu sehingga memberi tekanan pada pasar saham AS, khususnya pada saham di sektor teknologi. Yield US Treasury berada di sekitar 1,5 persen pada akhir tahun 2021.
Di pasar komoditas, harga minyak mentah melemah pada Jumat pekan lalu. Namun, secara mingguan, harga minyak mencatatkan kenaikan sekitar lima persen didorong oleh kekhawatiran terhadap aliran pasokan pascakerusuhan di Kazakhstan dan penurunan produksi di Libya selama fase perbaikan (maintenance) jaringan pipa minyak.