REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tegas menolak omnibus law UU Cipta Kerja dibahas kembali oleh DPR RI dan Pemerintah. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, KSPI bersama serikat pekerja yang lain akan melakukan langkah-langkah untuk menolak omnibus law UU Cipta Kerja yang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
"Pesan yang ingin kami sampaIkan kepada DPR dan Pemerintah jelas. Keluarkan UU Cipta Kerja dari program legislasi nasional. Karena, dibahasnya kembali omnibus law UU Cipta Kerja hanya akan menimbulkan kegaduhan menjelang tahun politik," kata Said dalam keterangan tertulisnya, Rabu (12/1/2022).
Said mengungkapkan, KSPI bersama-sama dengan elemen gerakan lain akan melakukan aksi besar pada tanggal 14 Januari 2022 yang dipusatkan di DPR RI. Aksi tersebut diprediksi akan diikuti 50 ribu buruh dan elemen masyarakat yang lain seperti petani, nelayan, mahasiswa, dengan melibatkan 4 konfederasi, 60 federasi, Jala PRT, Urban Poor Consortium, dan organisasi masyarakat lainnya.
“Tidak hanya di Jakarta. Secara serempak, aksi juga akan dilakukan di 34 Provinsi,” tegasnya.
Aksi tersebut juga akan didukung penuh oleh Partai Buruh. Said yang diketahui juga merupakan Preisden Partai Buruh menginstruksikan kader-kadernya untuk ikut aksi bersama-sama dalam aksi tersebut. Dalam tuntutannya buruh mengusung empat tuntutan antara lain tolak omnibus law UU Cipta Kerja, sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), revisi SK Gubernur terkait UMK dengan kenaikan antara 5-7 persen, dan revisi UU KPK
Setelah 14 Januari, apabila UU Cipta Kerja tetap dibahas, maka di setiap sidang pembahasan kaum buruh akan melakukan aksi-aksi besar untuk memastikan agar beleid ini bisa digagalkan. “Selain melakukan aksi besar-besaran, KSPI akan mengkampanyekan agar jangan memilih partai politik yang ikut serta membahas omnibus law UU Cipta Kerja” ucapnya.