REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Perdana Menteri Yordania Bisher Al-Khasawneh membantah kabar bahwa Yordania telah membuka saluran komunikasi rahasia dengan Suriah. Kendati demikian, dia tak menampik bahwa saat ini interaksi antara Amman dan Damaskus cukup positif.
Al-Khasawneh juga menampik laporan bahwa ada utusan Yordania dikirim ke Damaskus dengan tujuan membuka komunikasi "belakang pintu" dengan pemerintahan Assad. "Saya tidak tahu tentang kehadiran utusan Yordania untuk Presiden Suriah Bashar al-Assad, dan saya tidak berpikir bahwa ada utusan," katanya, dikutip laman Middle East Monitor, Kamis (13/1).
Dia menekankan, Yordania memiliki kepentingan untuk memulihkan keamanan di perbatasannya. Yordania, kata Al-Khasawneh, tak berniat mencampuri urusan dalam negeri Suriah. "Oleh karena itu, koordinasi keamanan dan militer terus dilakukan antara kedua negara, terutama dalam upaya (pencegahan) penyelundupan narkoba dan teroris, kadang-kadang," ucapnya.
Saat ini Yordania memang tengah menapaki jalur normalisasi hubungan dengan Suriah. Pada September tahun lalu, Yordania membuka kembali sepenuhnya pintu penyeberangan perbatasan utama dengan Suriah. Maskapai Royal Jordanian pun memulai lagi rute penerbangan ke Damaskus.
Pada Oktober 2021, Raja Yordania Abdullah II sempat melakukan pembicaraan dengan Assad. Sejak 2019, Yordania mendukung kembalinya Suriah ke Liga Arab. Sejak dibekap konflik sipil pada 2011, Suriah dikeluarkan dari Liga Arab.
Negara anggota Liga Arab juga mengecam Assad karena gagal bernegosiasi dengan pihak oposisi dan menggunakan kekuatan militer berlebihan untuk membungkam mereka.
Pada Desember 2018, mantan presiden Sudan Omar al-Bashir mengunjungi Suriah dan bertemu Presiden Suriah Bashar al-Assad. Dia menjadi pemimpin negara anggota Liga Arab pertama yang mengunjungi Damaskus sejak Suriah didera konflik sipil.
Dalam kunjungan itu, al-Bashir mengungkapkan harapannya bahwa Suriah dapat segera memulihkan peran pentingnya di kawasan. Ia juga menegaskan kesiapan Sudan membantu semua hal yang dibutuhkan untuk mengembalikan integritas teritorial Suriah.
Sejak saat itu, sejumlah negara anggota Liga Arab lainnya mulai mencairkan hubungannya kembali dengan Suriah. Pada akhir 2018, Uni Emirat Arab (UEA) membuka lagi kantor misi diplomatiknya di Damaskus. Oman menjadi negara pertama yang mempekerjakan lagi duta besarnya untuk Suriah pada 2020.
Pada November lalu, Assad bertemu dengan menteri luar negeri UEA. Mereka menyerukan agar Suriah diterima kembali di Liga Arab. UEA adalah salah satu dari beberapa negara di kawasan yang mendukung kelompok pemberontak di Suriah. Namun peran Abu Dhabi terbilang kecil jika dibandingkan Arab Saudi dan Qatar. Hingga kini Riyadh dan Doha belum menjalin kembali hubungan dengan Damaskus.