Rabu 19 Jan 2022 17:25 WIB

Pemulihan Ekonomi Terjegal Omicron

Varian omicron dengan penularan tinggi akan berpengaruh pada pemulihan ekonomi.

Covid varian omicron diprediksi mengganggu pemulihan ekonomi. Foto Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan terkait tren kenaikan kasus COVID-19 yang disebabkan varian Omicron di Jakarta, Selasa (18/1/2022). Presiden mengimbau agar semua pihak tetap waspada namun tidak perlu reaksi berlebihan dalam menyikapi semakin tingginya kasus Omicron di Indonesia.(ilustrasi)
Foto: ANTARA/Sekretariat Presiden
Covid varian omicron diprediksi mengganggu pemulihan ekonomi. Foto Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan terkait tren kenaikan kasus COVID-19 yang disebabkan varian Omicron di Jakarta, Selasa (18/1/2022). Presiden mengimbau agar semua pihak tetap waspada namun tidak perlu reaksi berlebihan dalam menyikapi semakin tingginya kasus Omicron di Indonesia.(ilustrasi)

Oleh : Friska Yolandha, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Varian omicron menyebar dengan cepat. Berawal dari Afrika Selatan, omicron menjadi varian yang membayangi pemulihan aktivitas dunia.

Per Selasa (18/1/2022), kasus varian Omicron di Indonesia bertambah menjadi 840 kasus. Temuan ratusan kasus itu diidentifikasi Kemenkes selama sekitar sebulan saja.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, dari 840 kasus itu, 609 di antaranya merupakan kasus dari Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN). Kemudian, 172 kasus merupakan transmisi lokal dan 57 lainnya masih diteliti sumber penularannya.

Dibandingkan varian delta, omicron disebut tidak lebih membahayakan. Meskipun demikian, penyebarannya lebih cepat dari delta.

Dengan kecepatan yang tidak biasa ini, Presiden Joko Widodo pun meminta masyarakat untuk kembali bekerja dari rumah (work from home/WFH). Masyarakat diminta untuk tidak beraktivitas berlebihan di luar rumah untuk mengerem tingkat penyebaran omicron.

“Untuk mereka yang bisa bekerja dari rumah, WFH, lakukanlah kerja dari rumah,” kata Jokowi saat memberikan keterangan pers terkait kasus omicron di Tanah Air, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa.

Omicron memiliki gejala yang hampir mirip dengan flu. Gejala Covid-19 Omicron di Indonesia paling banyak yang dialami pasien adalah batuk, pilek dan demam.

Gejala hilang penciuman yang biasanya menyerang pasien covid-19 tidak terlalu banyak ditemukan. Hanya bagi pasien yang pertama kali terinfeksi yang merasakan kehilangan indera penciuman.

Dengan masifnya kasus omicron di seluruh dunia, bagaimana dengan pemulihan ekonomi? Akankah ada gelombang covid-19 lagi di Indonesia seperti pada pertengahan tahun lalu?

Dalam APBN, pemerintah menargetkan ekonomi tumbuh di kisaran 5,0 persen sampai 5,5 persen. Bank Indonesia memprediksi ekonomi Indonesia bisa tumbuh 4,7 persen sampai 5,5 persen. Bank Dunia ikut optimistis dengan prediksi 5,2 persen pada 2022. Proyeksi ini dapat diraih dengan membaiknya aktivitas masyarakat, membaiknya industri dan pengolahan, dan mulai aktifnya ekspor.

Namun, kehadiran varian baru ini menimbulkan ketakutan akan kembalinya dunia melakukan karantina wilayah besar-besaran. Dengan demikian, mobilitas kembali dibatasi, aktivitas bisnis pun tak lagi bisa dilakukan. Dunia bisa kembali goyah dengan minimnya pasokan.

Pengamat ekonomi yang juga Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengaminkan hal itu. Ia berpendapat bahwa pandemi Covid-19 yang masih berlangsung di tahun 2022 dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional.

Ia menilai munculnya varian omicron yang kini sudah masuk ke Indonesia dengan tingkat penularan yang tinggi akan berpengaruh pada aktivitas ekonomi. Bahkan sekalipun kasus omicron di Indonesia cukup terkendali, kasus di luar negeri seperti Eropa dan Amerika Serikat (AS) yang masih tinggi akan tetap berdampak pada Indonesia.

Tingginya kasus COVID-19 varian Omicron di negara lain, kata Bhima, akan berpengaruh pada sistem logistik. "Jadi untuk ekspor permintaan ada, tapi barangnya sampai tiga bulan ke depan," katanya.

Bhima juga menilai bahwa kualitas pertumbuhan ekonomi melemah. "Isunya bukan lagi seberapa cepat ekonomi Indonesia pulih, tapi lebih fundamental lagi. Ternyata pascapandemi ketimpangan semakin lebar, yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin," katanya.

Hal itu, kata dia, disebabkan oleh dampak digitalisasi di mana masyarakat ekonomi atas bisa mengakses berbagai hal secara daring, sementara masyarakat miskin yang pekerjaannya tidak bisa dilakukan melalui jarak jauh atau WFH terbebani dengan kondisi pandemi.

Padahal, tanda-tanda pemulihan ekonomi sudah terlihat. Salah satunya dengan turunnya angka kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, angka Kemiskinan Indonesia pada September 2021 turun menjadi 9,71 persen.

Ekonom LPEM FEB UI, Teuku Riefky, berpendapat, penurunan kemiskinan sejalan dengan data-data ekonomi lainnya yang mengindikasikan bahwa pemulihan ekonomi sudah berjalan. Dilihat dari neraca perdagangan selama tahun lalu, angka impor khususnya bahan baku dan barang modal naik drastis dan itu mencerminkan sektor ekonomi domestik sudah kembali berekspansi.

Memasuki 2022, ia menekankan, tantangan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tetap harus dilakukan secara bertahap dengan memprioritaskan faktor kesehatan. Aspek kesehatan di tengah situasi pandemi menjadi yang utama. Apalagi sebaran Covid-19 varian Omicron yang terus naik dan dikhawatirkan menganggu proses pemulihan ekonomi domestik.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk cegah gelombang covid-19 selanjutnya? Tak lain tak bukan adalah dengan memperketat protokol kesehatan bagi diri sendiri, melengkapi vaksinasi, dan menjaga tubuh agar tetap bugar.

Lelah? Semua orang pasti lelah. Dua tahun berkubang di dalam pandemi, siapa yang tidak bosan? Tapi apa mau di kata. Kenyataannya, virus ini masih ada di sekitar kita. Jadikan prokes sebagai new normal dan banyak-banyak berdoa semoga badai segera berlalu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement