Rabu 19 Jan 2022 20:59 WIB

Epidemolog: Sebagian Besar Proteksi Vaksinasi Covid-19 Turun Setelah 5 Bulan

Kondisi ini tentu menjadi kekhawatiran di tengah munculnya omicron dan varian apapun

Rep: laeny sulistyawati/ Red: Hiru Muhammad
Seorang petugas kepolisian dari Polres Kubu Raya didampingi petugas Satpol PP saat menggendong warga lansia untuk diantarkan ke bus penjemput usai menjalani vaksinasi COVID-19 di Kantor Bupati Kubu Raya, Kalimantan Barat, Rabu (19/1/2022). Pelayanan tersebut dilakukan untuk memberikan kenyamanan kepada masyarakat di tempat vaksinasi COVID-19.
Foto: ANTARA/Jessica Helena Wuysang
Seorang petugas kepolisian dari Polres Kubu Raya didampingi petugas Satpol PP saat menggendong warga lansia untuk diantarkan ke bus penjemput usai menjalani vaksinasi COVID-19 di Kantor Bupati Kubu Raya, Kalimantan Barat, Rabu (19/1/2022). Pelayanan tersebut dilakukan untuk memberikan kenyamanan kepada masyarakat di tempat vaksinasi COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menyebutkan hasil sebagian riset bahwa sebagian besar kemampuan perlindungan vaksinasi Covid-19 pada orang-orang berkurang setelah 5 bulan.  Padahal, varian omicron saat ini banyak terjadi dan bisa menginfeksi orang-orang, baik yang belum divaksin Covid-19 maupun yang sudah mendapatkan vaksin dosis lengkap.

"Dari beberapa riset bahwa sebagian besar proteksi vaksinasi Covid-19 pada orang-orang menurun setelah 5 bulan. Rata-rata selama 5 bulan, meski ada juga penelitian yang menyebutkan 7 bulan, tetapi ada juga yang menyebutkan (perlindungannya selama) 4 bulan saja pada kelompok lanjut usia (lansia)," ujarnya, Rabu (19/1). 

Baca Juga

Menurutnya, kondisi ini tentu menjadi kekhawatiran di tengah munculnya omicron dan varian apapun. Apalagi, dia melanjutkan, varian ini bisa bersirkulasi lebih efektif terjadi bukan hanya pada orang yang belum divaksinasi melainkan juga yang sudah menerima vaksin dua dosis. Artinya, dia melanjutkan, kalau kemampuan proteksi sudah menurun tentu ini menjadi satu kondisi yang rawan karena di Amerika Serikat (AS), Eropa, bahkan Australia yang kasus Covid-19 nya meningkat.

Bahkan, ia mencatat kasus harian Covid-19 di banyak negara kini memecahkan rekor. Padahal, ia membandingkan, ketika varian Delta banyak menginfeksi beberapa waktu lalu, penularannya tidak sebanyak seperti sekarang saat mutasi omicron banyak terjadi. "Sekarang semua negara bahkan dunia memecahkan rekor. Sebab, omicron tak hanya menginfeksi yang belum divaksin melainkan juga yang sudah divaksin," katanya.

Karena terjadi banyak peningkatan kasus Covid-19, dia melanjutkan, banyak juga pasien yang masuk ke rumah sakit (RS). Dicky mengingatkan, omicron bukanlah penyakit yang ringan. Ia menjelaskan, varian ini terlihat ringan karena sekarang orang yang memiliki imunitas tubuh jauh lebih banyak.  "Itu yang membuat infeksi omicron terlihat ringan. Tetapi dampaknya ke fasilitas kesehatan luar biasa, lihat saja Amerika Serikat," katanya.

Bahkan, dia menyebutkan di negara tempatnya sedang studi yaitu di Australia selama awal pandemi sampai varian delta terjadi beberapa waktu lalu ternyata tidak ada kematian pada anak akibat Covid-19. Tetapi begitu ada omicron, kematian akhirnya terjadi karena jauh lebih banyak orang terinfeksi.

Ia menambahkan, saat ini sudah ratusan ribu orang Australia terinfeksi per hari, padahal jumlah penduduk hanya sekitar 20 jutaan. Ia mengakui, memang persentase masuk ICU rumah sakit hanya 5 persen dan masuk ruang intensif (ICU) sekitar 1 persen.  Tetapi ia mengingatkan kasus 1 persen kalau dijumlahkan juga banyak kasusnya. "Makanya ada urgensi vaksin Covid-19 tambahan (booster) karena hal itu, melihat manfaatnya. Dengan adanya booster, fatalitas jauh menurun," ujarnya. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement