REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov pada Ahad (23/1/2022) mengatakan telah menerima kiriman kedua senjata dari Amerika Serikat sebagai bagian dari bantuan pertahanan senilai 200 juta dolar AS (sekitar Rp2,86 triliun).
Washington menegaskan bahwa AS akan terus mendukung Ukraina di tengah kekhawatiran di Kiev dan di antara sekutu Barat mereka atas pengerahan ratusan ribu personel pasukan Rusia di perbatasan mereka dengan Rusia.
Moskow telah menepis tudingan bahwa mereka akan melancarkan serangan militer ke Ukraina."Penerbangan kedua di Kiev! Lebih dari 80 ton senjata untuk memperkuat kemampuan pertahanan Ukraina dari kawan kami di Amerika Serikat! Dan ini bukan akhir," tulis Reznikov di Twitter.
Sekitar 90 ton "bantuan keamanan mematikan", termasuk amunisi, dari paket yang disetujui oleh AS pada Desember lalu telah mendarat di ibu kota Ukraina pada Sabtu (22/1).
Sementara itu, Pemerintah Rusia mengecam Inggris karena menudingnya hendak membangun “rezim boneka” di Ukraina. Moskow mendesak Inggris menghentikan provokasi.
“Disinformasi yang disebarkan Kantor Luar Negeri Inggris adalah bukti lain bahwa negara-negara NATO, yang dipimpin oleh Anglo-Saxon, yang meningkatkan ketegangan di sekitar Ukraina,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Rusia dalam sebuah pernyataan pada Ahad (23/1), dilaporkan kantor berita Rusia, TASS.
Rusia meminta Inggris berhenti menyebarkan omong kosong. “Kami menyerukan Kantor Luar Negeri Inggris menghentikan kegiatan provokatif,” kata Kemenlu Rusia.
Sebelumnya, Wakil Perdana Menteri Inggris Dominic Raab mengungkapkan, Rusia bakal menghadapi sanksi ekonomi keras jika menempatkan “rezim boneka” di Ukraina.“Akan ada konsekuensi yang sangat serius jika Rusia mengambil langkah ini untuk mencoba dan menyerang, tapi juga memasang rezim boneka (di Ukraina),” ujar Raab kepada Sky News, Ahad.
Pada Sabtu (22/1) lalu, Inggris mengatakan, mereka memiliki informasi bahwa Rusia ingin menempatkan “pemimpin pro-Rusia” di Ukraina. Moskow disebut mempertimbangkan apakah hendak menyerang atau menduduki Ukraina. Mantan anggota parlemen Ukraina, Yevhen Murayev, dikabarkan menjadi kandidat potensial pilihan Moskow.
Namun Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov mengatakan, negaranya tidak memiliki niatan untuk menginvasi Ukraina. Moskow tak akan melakukan aksi semacam itu walaupun pembicaraan tentang jaminan keamanan dengan Amerika Serikat (AS) dan NATO gagal.
“Saya percaya tidak ada risiko perang skala besar mulai terjadi di Eropa atau di tempat lain. Kami tidak ingin dan tidak akan mengambil tindakan apa pun yang bersifat agresif. Kami tidak akan menyerang, menginvasi, atau apa pun terhadap Ukraina,” kata Ryabkov saat berbicara pada pertemuan Valdai Discussion Club di Moskow, Rabu (19/1).