Selasa 25 Jan 2022 16:16 WIB

Soal Pernyataan Eddy Mulyadi, Legislator DPR Asal Kalimantan: Permintaan Maaf tak Cukup

Kepolisian RI segera melakukan upaya hukum dan tak harus menunggu laporan masyarakat

Red: Muhammad Akbar
Deddy Yevri Sitorus
Foto: dpr ri
Deddy Yevri Sitorus

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Politisi DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kalimantan Utara, Deddy Yevri Sitorus, mengutuk keras pernyataan Eddy Mulyadi terkait Kalimantan yang akan menjadi lokasi Ibu Kota Negara (IKN). Menurut Deddy, apa yang disampaikan oleh Eddy Mulyadi itu sangat menghina, menyakitkan, merendahkan dan tidak dapat dibenarkan dari sisi hukum, sosial maupun agama.

“Masalah ini berpotensi menimbulkan gejolak sosial dan telah menimbulkan luka yang dalam bagi seluruh etnik dan warga yang berdiam di Pulau Kalimantan. Oleh karena itu, permintaan maaf saja tidak cukup, tetapi harus dibawa ke ranah hukum,” kata Deddy dalam keterangan tertulisnya kepada media di Jakarta, Selasa (25/1/2022).

Oleh karena itu, pihaknya berharap agar Kepolisian RI segera melakukan upaya hukum dan tidak harus menunggu laporan dari masyarakat.

 

Menurut Deddy, patut diduga ucapan-ucapan yang menghina dan merendahkan martabat oleh Eddy Mulyadi dan rekannya dilakukan dengan sengaja dan dengan kesadaran penuh.

Dirinya yakin bahwa tujuan sebenarnya dari ucapan jahat dan provokatif itu memang dirancang untuk merendahkan pemerintah atas keputusan memindahkan Ibu Kota Negara.

Untuk mencapai tujuan itu, mereka memilih cara menginjak-injak dan melecehkan kehormatan serta martabat Kalimantan sebagai suatu kesatuan wilayah hidup manusia yang beradab-berbudaya dan memiliki sejarah yang panjang, terang Deddy.

“Karena itulah mereka memilih kata-kata yang melecehkan seperti “tempat jin buang anak, kuntilanak dan genderuwo dan monyet”. Hal itu untuk memperkuat argumen ketidaksetujuan mereka tentang pemindahan Ibu Kota Negara, jadi jelas bahwa memang mereka memilih kata-kata penghinaan itu dengan sengaja,” ujarnya.

 

Deddy menyebut sosok Eddy Mulyadi sebagai kampungan dan bersikap norak. Menurut dia, Eddy tidak tahu kalau jutaan orang datang dari Pulau Jawa dan dari seluruh penjuru Indonesia untuk mencari hidup di Kalimantan.

“Apa dia tidak tahu bahwa listrik, LPG dan BBM yang dia nikmati itu sebagian besar datang dari Kalimantan yang kaya dengan batu bara, gas dan minyak bumi?” tanyanya.

Sebagai gambaran, produksi minyak dari Kalimantan Timur saja 20.829 ribu barel di tahun 2019 dan menjadi 14.381 ribu barel di 2020. Sementara produksi  gas bumi 240 .828 ribu mmbtu di 2019, dan 156.294 ribu mmbtu di 2020. SKK Migas di 2020 menyebut produksi migas dari Kalimantan dan Sulawesi menyumbang 12 persen produksi nasional.

“Apa dia tidak tahu bahwa Kalimantan menyumbang pendapatan negara yang sangat besar dari berbagai komoditas dan bahan baku industri,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement