REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengklarifikasi terkait dugaan ratusan pesantren terafiliasi kelompok terorisme.
Direktur Deradikalisasi BNPT, Prof Irfan Idris, menjelaskan sepanjang sejarah pesantren menjadi penopang utama keutuhan NKRI. Karena itu, menurut Prof Irfan BNPT tidak mungkin sembrono menyebut pesantren sebagai lembaga yang terafiliasi dengan organisasi teroris.
Kendati demikian menurutnya dari penyidikan dan pengakuan tersangka terorisme, terdapat lembaga pendidikan yang menjadi tempat radikalisasi.
Dia mengatakan namun demikian, hasil penyidikan dan pengakuan dari sejumlah tersangka terorisme menyebut bahwa ada sebagian lembaga pendidikan serupa pesantren yang justru menjadi tempat untuk proses radikalisasi.
"Beberapa tersangka terorisme bahkan mengaku dididik, dilatih, dan dibaiat pada organisasi teroris. Ini adalah kenyataan pahit yang mau tidak mau harus ditelan kita semua," kata Prof Irfan melalui pesan singkat yang diterima Republika,co.id pada Kamis (27/1).
Menurut Prof Irfan orang-orang yang menggunakan citra pesantren untuk mengajarkan kekerasan yang mengatasnamakan agama bukan orang yang menghormati pesantren.
Menurutnya mereka melecehkan martabat pesantren dengan paham dan gerakan yang justru bertentangan dengan agama. Karena itu Prof Irfan mengayakan BNPT mengajak semua pihak untuk jeli dan tidak mudah terprovokasi.
"BNPT melawan segala bentuk terorisme, termasuk terorisme yang dibungkus dengan sentimen keagamaan. Bersama lawan terorisme!," katanya.
Sebelumnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/1/2022), Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Boy Rafli Amar, mengungkapkan afiliasi kelompok terorisme dengan sejumlah pondok pesantren (ponpes).
BNPT mencatat, 11 ponpes terafiliasi dengan Jamaah Anshorut Khilafah (JAK), 68 ponpes terafiliasi Jamaah Islamiyah (JI), dan 119 ponpes terafiliasi Anshorut Daulah/simpatisan ISIS.