REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan mendesak pemerintah untuk segera mengevaluasi kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen. Sebab, jumlah siswa yang positif Covid-19 semakin banyak.
Erlina mengatakan, ia sebenarnya sudah meminta PTM dievaluasi sejak 30-an sekolah di Jakarta ditutup karena ada siswa yang positif. Namun, hingga kini sudah 90 sekolah ditutup, pemerintah tak jua mengkaji ulang kebijakan tersebut.
"Masa, evaluasi PTM tunggu berapa puluh (sekolah lagi yang tutup). Masa, nunggu satu anak (bergejala) fatal/parah hingga masuk ICU baru dievaluasi," ujar Erlina pada acara Lokapala 3.0 yang digelar CISDI, Kamis (27/1/2022).
Erlina pun mengkritik cara pemerintah menangani pandemi yang kerap mengambil kebijakan setelah ada banyak kejadian. Padahal, antisipasi harus dilakukan dari awal alias sebelum adanya kasus.
Baca juga : BOR Nasional Masih Aman Meski Omicron Meningkat
"Sejak tahun 2020 kita organisasi profesi selalu bawel mengingatkan pemerintah (terkait berbagai kebijakan penanganan pandemi). Kalau udah kejadian, baru (kami) diundang. Itu lah salah satu kelemahannya," kata Erlina.
Erlina menilai, setelah dua tahun pandemi berlangsung, seharusnya pemerintah bisa semakin cepat menyesuaikan kebijakan. "Virus aja bergerak cepat, dinamis, dan bermutasi; masa, kita nggak berubah juga, nggak dinamis. Kita kan manusia, lebih pintar dari virus," ujarnya.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso juga menyampaikan desakan serupa. Selain meminta PTM dievaluasi, Piprim juga memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah.
Piprim meminta pemerintah menyediakan opsi pembelajaran campuran, atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) kepada siswa. Dia juga meminta pemerintah melarang siswa yang belum divaksinasi untuk ikut PTM.
Baca juga : Gejala Omicron yang Mungkin tidak Disadari Anggota Keluarga di Rumah
Piprim mengaku sudah melayangkan surat kepada empat kementerian terkait hal ini. Surat dikirimkan atas nama IDAI dan empat organisasi profesi lainnya. Tapi sampai saat ini, pemerintah tak kunjung mengevaluasi kebijakan belajar langsung di sekolah tersebut.
Terpisah, Dinas Kesehatan DKI Jakarta menjelaskan salah satu alasan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen di Jakarta tetap dilanjutkan meski kasus Covid-19 melonjak. Dinkes Jakarta menyatakan, warga berusia 20 tahun ke atas mendominasi rasio kasus (incident rate) penyebaran Covid-19 di Jakarta.
"Kami membuat kajian rasio incident rate proporsi per kelompok umur rentangnya per 10 tahun, dari proporsi per kelompok umur tersebut, tertinggi kasusnya di rentang usia 20-50 tahun," kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti di Balai Kota Jakarta, Kamis (27/1/2022) malam.
Data yang disebutkan Widyastuti merupakan rasio jumlah kasus tertinggi per 20 Desember 2021-25 Januari 2022. Data itu dikelompokkan berdasarkan rentang 10 tahun, yakni 0-10 tahun, 11-20 tahun, 21-30 tahun dan seterusnya.
Baca juga : Jam Belajar Siswa Selama Pembelajaran Jarak Jauh Dikurangi
Secara detail, kasus Covid-19 paling banyak ditemukan khususnya di rentang umur 20-30 dan 30-40 tahun. Sementara untuk rentang anak sekolah, kata Widyastuti, rasio jumlah kasusnya cenderung stabil, bahkan tidak terjadi lonjakan signifikan.
"Sedangkan di usia sekolah itu tidak lebih tinggi artinya stabil, tidak terjadi lonjakan yang tinggi tiba-tiba, namun stabil," tutur Widyastuti.
Widyastuti memastikan pelacakan kasus aktif atau active case finding (ACF) terus digencarkan di sekolah Jakarta. Melalui ACF, Dinkes mengidentifikasi mayoritas warga sekolah yang positif Covid-19 berusia 18 tahun ke atas.
"Dalam ACF yang kita lakukan dan tracing di sekolah terdampak ada yang positif, itu angka tertinggi di komunitas sekolah adalah di usia 18 tahun ke atas," kata dia.
Baca juga : Dua Gejala Khas Pasien Omicron di RS Persahabatan Menurut Dokter Erlina Burhan