Jumat 28 Jan 2022 20:21 WIB

Terus Berinovasi, RSU Bunda Jadi Pelopor Robotic Surgery di RI

Sudah ada 16 dokter tersertifikasi robotic surgery di RSU Bunda

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
RSU Bunda Jakarta sebagai pelopor bedah robotik di Indonesia sejak tahun 2012, hingga saat ini telah melayani lebih dari 500 kasus bedah robotik. Tidak hanya dalam bidang kedokteran kebidanan dan kandungan, layanan bedah robotik di RSU Bunda kini telah berkembang dengan adanya layanan bedah robotik untuk kasus urologi, khususnya kanker prostat.
Foto: Istimewa
RSU Bunda Jakarta sebagai pelopor bedah robotik di Indonesia sejak tahun 2012, hingga saat ini telah melayani lebih dari 500 kasus bedah robotik. Tidak hanya dalam bidang kedokteran kebidanan dan kandungan, layanan bedah robotik di RSU Bunda kini telah berkembang dengan adanya layanan bedah robotik untuk kasus urologi, khususnya kanker prostat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- 10 tahun berlalu sejak inovasi bedah robotik (robotic surgery) pertama kalinya dikembangkan Indonesia pada 2012. Rumah Sakit Umum Bunda Jakarta dengan tangan dingin Dr. dr. Ivan Sini, MD, FRANZCOG, GDRM, SpOG, yang menjadi pelopor dan satu-satunya rumah sakit yang yang menyediakan robotic surgery di Indonesia hingga saat ini. 

Dimulai dengan dua dokter ahli robotic surgery serta jumlah dan jenis kasus yang terbatas, tren robotic surgery pun telah maju pesat. Kini, sudah ada 16 dokter spesialis tersertifikasi robotic surgery Rumah Sakit Umum Bunda Jakarta dari berbagai spesialisasi yang dapat melakukan robotic surgery, dengan hampir 600 kasus beragam yang sudah ditangani, mulai dari kasus ginekologi hingga urologi.

Sebelumnya, dalam suatu kesempatan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2021 sempat menyebutkan betapa pentingnya dapat mengadopsi pengembangan advance robotics oleh sumber daya manusia bidang kedokteran, guna mengantisipasi terobosan teknologi dalam sektor kesehatan agar Indonesia tidak tertinggal dari negara lain. 

Dari sisi lain, kemajuan robotic surgery di Indonesia juga tentu sejalan dengan upaya untuk menekan tingginya jumlah masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri. Setidaknya, tercatat dua juta orang yang melakukan perjalanan medis ke luar negeri (medical tourism) setiap tahunnya, yang mengakibatkan Indonesia kehilangan setidaknya Rp 97 triliun devisa karena praktek tersebut.