Senin 31 Jan 2022 11:27 WIB

Berdayakan Istri Nelayan untuk Olah Limbah, Andalkan JNE Trucking Jangkau Pulau-Pulau

Tak mau sukses sendirian, Watni kemudian mengajak istri-istri nelayan di desanya untuk juga memiliki usaha sepertinya.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Partner
.
.

Produk olahan hasil laut milik Watni dan istri-istri nelayan yang menjadi binaannya. (Lilis Sri Handayani)

INDRAMAYU – Kehidupan nelayan di Desa Eretan Kulon, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, penuh pasang surut seperti gelombang di laut. Saat cuaca buruk datang, masa paceklik melingkupi kehidupan mereka. Hal itu juga yang dialami Watni (47). Seorang istri nelayan dengan lima anak itu harus merasakan ekonomi yang sangat sulit saat suaminya tak bisa melaut.

Tak mau menyerah pada keadaan, Watni mencoba bangkit untuk bisa membuat asap dapurnya tetap mengepul. Apalagi, kelima anaknya masih sekolah dan butuh biaya. Saat itu 2008. Tanpa sepeser pun modal, dia kemudian melirik kulit ikan buntal, yang sebelumnya hanya menjadi limbah yang tidak dimanfaatkan.

Ikan buntal selama ini dikenal beracun. Namun, warga Desa Eretan Kulon tahu cara mengolah ikan tersebut sehingga aman untuk dimakan.

‘’Dagingnya dibuat otak-otak maupun ikan asin, kepalanya untuk konsentrat, kulitnya itu tidak terpakai, jadi limbah, tidak ada harganya,’’ kata Watni, saat ditemui di rumahnya, di Blok Pang-Pang II, RT 01 RW 02, Desa Eretan Kulon, Sabtu (29/1/2022).

Watni pun memutuskan untuk mengolah kulit ikan buntal menjadi kerupuk. Dia tahu cara mengolah kulit ikan itu hingga menjadi cemilan yang enak. Produk itupun dititipkannya pada warung-warung tetangga. Untuk satu pak kerupuk (isi 12 bungkus), dihargainya Rp 10 ribu. Ternyata, kerupuk kulit ikannya laris manis.

Meski banyak juga kerupuk kulit ikan jenis lainnya, namun kerupuk kulit ikan buntal buatan Watni memiliki kelebihan. Teksturnya lebih empuk dan rasanya lebih gurih. Meski dengan kemasan sederhana berupa plastik tipis, pesanan kerupuk kulit itu terus mengalir.

Ekonomi keluarga Watni cukup terbantu dengan usaha tersebut. Usahanya semakin berkembang pesat setelah menjadi binaan salah satu BUMN pada 2013.

Melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan pelat merah itu, dia memperoleh pendampingan dalam berbagai hal. Di antaranya, bantuan alat-alat produksi, packaging yang menarik, spinner, pengurusan izin Produk Industri Rumah Tangga (PIRT), sertifikat halal MUI maupun penilaian komposisi gizi produknya.

Rosidah menunjukkan produk kerupuk kulit ikan. (Lilis Sri Handayani)

Melalui pendampingan itu, produknya yang diberi merek Berkah Laut pun menjadi lebih higienis dan menarik. Karenanya, nilai jual kerupuknya menjadi lebih tinggi. Dari modal Rp 0, kini omsetnya mencapai belasan juta per bulan.

Tak mau sukses sendirian, Watni kemudian mengajak istri-istri nelayan di desanya untuk juga memiliki usaha sepertinya.

‘’Misi saya memang ingin memperbaiki ekonomi istri-istri nelayan, biar mereka dapat penghasilan. Daripada hanya menganggur, petan-petanan (saling mencari kutu rambut),’’ tutur Watni.

Watni mengajari mereka untuk mengolah kerupuk kulit itu. Mereka memiliki tugas masing-masing. Ada bagian pengolahan, produksi maupun pengemasan.

Saat ini, ada enam kelompok istri nelayan yang diberdayakan oleh Watni. Setiap kelompok, beranggotakan empat orang.

‘’Saya seperti punya ‘pabrik satu desa’. Karena mereka (istri nelayan binaannya) tersebar di beberapa blok di desa ini,’’ tukas Watni.

Berkat perannya dalam memberdayakan ekonomi istri-istri nelayan, Watni pun diganjar penghargaan Local Hero Pertamina Awards 2017. Kesejahteraan keluarganya pun lebih meningkat dibanding sebelumnya.

Selain usaha kerupuk kulit ikan, Watni juga mengembangkan beragam produk lainnya. Begitu pula anggotanya, juga didorong untuk memiliki produk sendiri. Semua produk mereka berbasis pada hasil tangkapan laut nelayan setempat.

Saat ini, ada sekitar 12 macam produk milik Watni dan anggotanya. Selain kerupuk kulit ikan, juga ada baby crab, sistik ebi, terasi udang, sambel cumi, sambel udang, sambel terasi, rengginang terasi, abon ikan maupun kerupuk tulang ikan.

Untuk baby crab, pembuatannya dilakukan oleh Watni pada 2019. Produk itu berbahan baku sejenis kepiting yang tidak bisa tumbuh besar dan hidup di laut. Nelayan setempat menyebutnya gompel.

Bagi nelayan, baby crab itu merupakan gulma yang bisa merusak jaring. Karenanya, baby crab pun menjadi limbah yang tidak bernilai.

Watni kemudian mengolah baby crab itu hingga menjadi cemilan yang crispy dan lezat. Ada enam varian rasa, yakni original, barbeque, sapi panggang, jagung bakar, ekstra pedas dan pedas manis.

Rosidah menunjukkan produk baby crab. (Lilis Sri Handayani)

Setelah baby crab buatan Watni laris manis dan viral, usaha serupa kemudian bermunculan. Baby crab mentah yang dulu menjadi musuh nelayan, kini dihargai Rp 3.500 per kg.

Watni menyerahkan promosi dan pemasaran produk-produk tersebut kepada anaknya, Rosidah (29). Selain menitipkan ke warung, penjualan pun dilakukan secara online melalui Facebook dan market place.

Rosidah mengatakan, saat pandemi Covid-19 menerjang, usaha milik ibunya dan istri-istri nelayan binaan sangat terdampak. Pasalnya, para reseller yang biasa berjualan di sekolah-sekolah, tak bisa lagi berjualan. Beruntung, penjualan secara online tetap lancar.

Untuk mengirimkan produk-produk pesanan pelanggan, Rosidah selalu menggunakan jasa pengiriman JNE. Dia menilai, pengiriman melalui JNE murah dan cepat sampai. JNE juga menjadi satu-satunya jasa pengiriman yang ada di desanya.

‘’Hari ini kirim, besoknya sudah sampai,’’ cetus Rosidah.

Selain JNE reguler, Rosidah juga memanfaatkan JNE Trucking. Hampir setiap hari, dia mengirimkan produk kepada para reseller-nya dengan berat diatas 10 kilogram. Mereka tersebar di berbagai kota di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan.

‘’Orang JNE-nya datang ke sini ambil barangnya. Soalnya saya tidak bisa naik motor sendiri,’’ terang Rosidah.

Sementara itu, Deputy Sales Manager JNE Cirebon, Firman Ramadhan, mengungkapkan, seiring maraknya tren perdagangan secara online, kiriman paket yang menggunakan JNE di Kabupaten Indramayu cukup tinggi.

‘’Kiriman UMKM di Kabupaten Indramayu mencapai lebih dari puluhan ribu kiriman per bulannya. Sedangkan kiriman JNE secara nasional mencapai lebih dari 1 juta kiriman per hari,’’ kata Firman.

Firman menambahkan, pihaknya selama ini memberikan solusi dan dukungan untuk membantu para pelaku UKM dalam memasarkan produk atau jasa mereka. Di antaranya melalui layanan Pesona (Pesanan Oleh-oleh Nusantara), JLC (JNE Loyalty Card) maupun penggunaan uang digital melalui kerja sama dengan perusahaan – perusahaan fintech.

JNE juga meluncurkan program dan produk yang diharapkan dapat menjadi solusi bagi UKM karena mendorong peningkatan jual-beli online. Seperti, COD, cashless, friendly logistic atau fulfillment logistik dan secara aktif melaksanakan kegiatan pengembangan UKM berupa workshop, seminar maupun festival UKM.

‘’JNE juga mengadakan JNE Ngajak Online yang merupakan salah satu komitmen JNE untuk dukungan UMKM di Indonesia yang tahun ini akan dilaksanakan di 60 kota di Indonesia. Serta adapula program-program diskon ongkir dan lainnya,’’ tandas Firman. N lilis sri handayani

#JNE31tahun

#JNEMajuIndonesia

#JNEcontentcompetition2021

sumber : https://matapantura.republika.co.id/posts/36435/berdayakan-istri-nelayan-untuk-olah-limbah-andalkan-jne-trucking-jangkau-pulau-pulau
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement