Sabtu 19 Feb 2022 20:20 WIB

Al-Waduud, Yang Maha Mencintai

Al-Waduud, Yang Maha Mencintai

Rep: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)/ Red: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)
Al-Waduud, Yang Maha Mencintai - Suara Muhammadiyah
Al-Waduud, Yang Maha Mencintai - Suara Muhammadiyah

Al-Waduud, Yang Maha Mencintai

Kata “Al-Waduud” disebut dalam Al-Quran sebanyak dua kali, di mana keduanya menunjukkan sifat Allah. Yaitu, dalam QS. Al-Buruj: 14 yang berkenaan dengan pemberian balasan surga bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Dan dalam QS Huud: 90 yang berkenaan dengan permohonan ampunan kepada Allah.

Imam Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Al-Wadud adalah Yang Mencintai kekasih-kekasih-Nya dan Yang Mengasihi mereka dengan pemberian ampunan-Nya atas dosa-dosa kecil yang mereka lakukan. Al-Wadud berasal dari kata wadda-yawaddu-wuddan wa widadan wa mawaddatan, yang artinya mencintai atau memberi harapan.

Kendati demikian, menurut sebagian ulama, ada perbedaan antara hubbun atau mahabbah dan wuddan atau mawaddatan. Hubbun adalah kecintaan yang datang dari diri manusia sendiri yang tertuju pada harta, anak dan bentuk-bentuk keduniaan lainnya. Sementara itu, wadud atau wuddan adalah kecintaan dari Allah. Karenanya, Allah memiliki sifat Al-Waduud.

Imam Al-Ghazali dalam Al-Maqshadul Asna fi Syarhi Ma’ani Asmaaillahil Husna menjelaskan bahwa Al-Waduud adalah Yang Mencintai kebaikan untuk semua makhluk-Nya, lalu Dia berbuat baik kepada mereka dan memuji mereka. Makna Al-Waduud mendekati makna nama Allah Ar-Rahim.

Perbedaannya, kalau Ar-Rahim terkait dengan obyek yang dirahmati Allah. Salah satu syarat untuk mendapatkan rahmat Allah adalah bahwa ia harus beriman. Orang kafir tidak akan mendapatkan rahmat-Nya. Sedangkan Al-Waduud, semua orang mendapatkan kecintaan Allah, termasuk orang kafir dan yang mengingkari-Nya. Mereka tetap diberi oksigen dan kehidupan tanpa membedakan antara mukmin dan kafir.

Islam mengajarkan untuk saling mencintai, bahkan hal itu dijadikan sebagai syarat keimanan. Rasulullah bersabda, “Tidak sempurna keimanan seseorang sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari Muslim).

Perwujudan keimanan kepada Allah Yang Maha Mencintai adalah ketika seorang hamba mengedepankan kepentingan orang lain atas kepentingan dirinya sendiri dengan tidak membutuhkan imbalan dan ucapan terima kasih. Meski tidak mendapatkan imbalan dan ucapan terimakasih, ia tetap mengedepankan kepentingan saudaranya atas dirinya karena Allah. Mereka menginginkan keuntungan di Akhirat, tidak di dunia. Mereka berinvestasi untuk akhirat, tidak untuk dunia. Inilah cerminan sifat mawadah pada diri seorang hamba.

Sifat Al-Waduud memberi inspirasi bagi seseorang yang beriman untuk tidak membeda-bedakan dalam membantu dan menolong sesamanya. Seorang mukmin memiliki perhatian dan peduli akan krisis kemanusiaan. Bukan karena seseorang itu tidak beragama Islam lalu seorang mukmin tidak mau membantu mengentaskan kemiskinannya. Al-Waduud mengajarkan kepada kita untuk menguatkan solidaritas kemanusiaan antar sesama manusia tanpa pandang bulu perbedaan yang ada.

Bahrur Surur, Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah 1 Sumenep

Sumber: Majalah SM Edisi 8 Tahun 2019

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan suaramuhammadiyah.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab suaramuhammadiyah.id.
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement