REPUBLIKA.CO.ID, jakarta -- Dalam fase dakwah di Makkah, Nabi Muhammad SAW menghadapi banyak permusuhan dari kaum musyrikin. Mereka berupaya menghalang- halangi syiar Islam. Terhadap Muslimin yang lemah dan miskin, orang-orang kafir itu bahkan melakukan kekerasan fisik dan verbal.
Rasulullah SAW kemudian mengizinkan umatnya untuk pindah.Keputusan itu disampaikan beliau sesudah turunnya wahyu, yakni surah az-Zumar ayat 10. Artinya, Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Hijrah pertama ke luar Makkah itu diikuti sejumlah sahabat beliau, baik dari kalangan pria maupun wanita. Para muhajirin berangkat ke arah barat Hijaz, menyeberangi laut, hingga sampailah di Habasyah (Etiopia).
Etiopia kala itu merupakan sebuah negeri yang makmur di kawasan Tanduk Afrika. Kristen menjadi agama resminya. Rajanya, Najasyi, adalah seorang Nasrani yang taat dan berpengetahuan luas.
Berdasarkan kitab Injil yang dibacanya, raja tersebut mengetahui bahwa kelak sesudah masa Nabi Isa AS akan datang seorang utusan Allah. Karena itu, Najasyi menaruh empati terhadap orang-orang Islam yang mengungsi dari Makkah itu.Perasaan solidaritas itu kian menguat sejak mereka mengabarkan kepadanya tentang sosok Rasulullah Muhammad SAW.
Peristiwa hijrah ke Etiopia itu terjadi saat Rajab, tahun kelima sejak kenabian. Muhajirin terdiri atas 12 orang Muslim dan empat Muslimah.Pemimpinnya ialah Utsman bin Affan.Turut serta dalam rombongan ini, antara lain, putri Nabi SAW, Ruqayyah.
Sebelum diterima Raja Najasyi, mereka telah melalui berbagai rintangan. Untuk dapat keluar dari Hijaz, para sahabat Nabi SAW itu terpaksa mengendap-endap.Perjalanan lintas benua itu dimulai pada malam hari, ketika mayoritas penduduk Makkah masih lelap dalam tidur.