CIREBON – Nurhayati, Kaur Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, mengaku kecewa setelah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan Kepala Desa (kuwu) Citemu, S.
Nurhayati sebelumnya merupakan pelapor sekaligus saksi dalam kasus tersebut. Kisahnya yang kemudian juga turut ditetapkan sebagai tersangka, menyedot perhatian publik setelah video ungkapan kekecewaan hatinya viral di media sosial.
Nurhayati menyatakan, selama dua tahun terakhir ini, dirinya telah membantu polisi melakukan penyelidikan dugaan korupsi yang dilakukan S. Dia bahkan rela mengorbankan tenaga, waktu, bahkan kebersamaannya bersama keluarga pun tersita demi mengungkap kasus korupsi tersebut.
Adapun anggaran yang diduga diselewengkan oleh Kuwu S merupakan APBDes sejak 2018 – 2020 senilai Rp 800 juta.
Meski telah membantu polisi mengungkap kasus tersebut, namun pada akhir 2021, Nurhayati malah ikut ditetapkan sebagai tersangka.
‘’Jadi dimana letak perlindungan untuk saya sebagai pelapor dan saksi?,’’ tukas Nurhayati dalam video yang beredar.
Nurhayati pun bersumpah tidak ikut menikmati uang yang diduga dikorupsi oleh Kuwu S.
‘’Saya juga berani bersumpah uang itu tidak pernah pulang ke rumah saya satu detik pun, tidak pernah,’’ tegas Nurhayati.
Sementara itu, menanggapi hal tersebut, Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar, menjelaskan, dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, kepolisian tidak bertindak sendirian. Namun, ada juga kejaksaan untuk melakukan penuntutan dan pengadilan serta lembaga yang lainnya.
‘’Penetapan status Nurhayati menjadi tersangka sudah memenuhi kaidah hukum yang berlaku, dan atas masukan dari JPU Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon,’’ terang Fahri.
Fahri menerangkan, awalnya, berkas tersangka atas nama Kuwu Desa Citemu, S, dinyatakan tidak lengkap atau P19. Karena itu, berkas tersebut dikembalikan.
‘’Dengan petunjuk-petunjuk yang diarahkan JPU untuk tahapan selanjutnya, yang dituangkan di berita acara koordinasi dan konsultasi, dimana petunjuknya agar Nurhayati dilakukan pemeriksaan secara mendalam,’’ tukas Fahri.
Fahri menyatakan, penyidik mempunyai kewajiban untuk melengkapi berkas tersebut, sebagaimana petunjuk yang sudah diarahkan oleh JPU. Penyidik pun memiliki kewajiban untuk melengkapi berkas paling lama 14 hari dari tanggal penerimaan berkas.
‘’Penetapan status tersangka karena peran Nurhayati dianggap membantu dengan ikut serta menyalurkan anggaran desa kepada Supriyadi (kuwu Citemu),’’ terang Fahri.
Fahri menambahkan, penetapan Nurhayati sebagai tersangka sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Walaupun Nurhayati kooperatif dalam memberikan keterangan kepada penyidik, namun tindakan yang dilakukan Nurhayati masuk dalam rangkaian tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh S.
‘’Terungkap bahwa Nurhayati ikut berperan menyalurkan anggaran ke Kuwu Desa Citemu yakni Supriyadi,’’ terang Fahri.
Dalam kurun waktu dari 2018 hingga 2021, Nurhayati sebagai bendahara keuangan desa telah mengirimkan dana kepada kuwu Desa Citemu sebanyak 16 kali. Perbuatannya tersebut melanggar hukum karena memperkaya S.
‘’Tindakan yang dilakukan oleh Nurhayati masuk dalam kategori melanggar hukum. Walaupun hingga kini kami belum dapat membuktikan bahwa Nurhayati menikmati uangnya, namun ada pelanggaran yang dilakukan oleh Nurhayati,’’ kata Fahri.
Fahri menyebutkan, Nurhayati melanggar Pasal 66 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 yang mengatur tata kelola regulasi dan sistematisasi keuangan. Sebagai bendahara keuangan, Nurhayati seharusnya memberikan uang kepada Kepala Seksi Pelaksana Kegiatan Anggaran.
Namun ternyata, uang itu diserahkan kepada S selaku Kuwu Citemu. Sehingga tindakannya tersebut dapat merugikan keuangan negara dan melanggar Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Juncto Pasal 55 KUHP.
‘’Proses penyidikan kasus korupsi ini kami laksanakan secara profesional dan sesuai prosedur,’’ tandas Fahri. N lilis sri handayani