REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan BPJS Kesehatan memang menjadi syarat layanan pertanahan mulai 1 Maret. Terkait sebagai syarat pelayanan bidang hukum seperti SIM, SKCK dan lainnya hingga keagamaan seperti umroh masih dalam pengkajian.
"Ini masih salah persepsi, ya, dan memang 1 Maret itu diterapkan untuk ATR/BPN untuk jual beli, dan itu umumnya pembeli. Selama prosesnya juga akan dievaluasi nanti. Sedangkan layanan yang lain itu belum (sebagai syarat BPJS Kesehatan). Untuk SIM misalnya saat 1 Maret kemarin, ya, tidak betul, tapi hanya untuk ATR/BPN," kata Ali Ghufron Mukti saat ditemui di Denpasar, Bali, Selasa (22/2/2022).
Ia mengatakan untuk penggunaan BPJS Kesehatan di pelayanan SIM, STNK, SKCK hingga program keagamaan seperti umrah masih dalam pembahasan dan butuh waktu. Saat ini tim baru dibentuk untuk mulai melaksanakan program tersebut, meninjau aturan perundang-undangannya sehingga membutuhkan waktu yang panjang.
"Layanan yang lain masih perlu waktu, nanti dari situ diterjemahkan dulu, lalu membentuk tim aksi dulu yang artinya melaksanakan, meninjau aturan perundang-undangannya, nanti dibikin, itu masih panjang," katanya.
Layanan dengan kartu BPJS Kesehatan ini untuk mengingatkan kepesertaan gotong royong yang wajib dan diatur dalam UU No 40 Tahun 2004 dan PP No 86 Tahun 2013. "Jadi semuanya sudah diatur karena mungkin orang salah persepsi saja, dikiranya 1 Maret untuk semua layanan publik," ucap Ali.
Sebelumnya, Pemerintah memberlakukan kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai syarat untuk mengakses berbagai layanan publik melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 yang dikeluarkan pada 6 Januari 2022. Pemberlakuan kepesertaan program JKN itu sebagai syarat untuk mengakses berbagai layanan publik, antara lain meliputi bidang ekonomi, pendidikan, ibadah, serta hukum. Untuk itu, Pemerintah menargetkan 98 persen penduduk menjadi peserta JKN dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024.