REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peristiwa Isra Mi'raj yang terjadi pada 27 Rajab, setahun sebelum hijrah, menjadi titik balik Rasulullah SAW dalam berdakwah. Kematian keluarga terdekatnya, yakni Abu Thalib dan istri tercinta Khadijah, benar-benar memukul perasaan Nabi yang mulia. Belum lagi, Rasulullah mendapatkan ujian yang nyata saat diserang ketika berdakwah ke Thaif.
Di dalam Alquran terlukis kisah Isra Mi'raj dalam QS al-Isra ayat 1.
Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkati sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda- tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Peristiwa ini juga menguji keimanan. Tidak lazim pada masa lalu seseorang bisa pergi dalam waktu semalam dengan teknologi transportasi yang demikian sederhana. Tanpa tegarnya keimanan, sulit untuk memercayai peristiwa tersebut. Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad menggambarkan suasana malam itu. Ketika itu, Muhammad sedang berada di rumah saudara sepupunya, Hindun putri Abu Thalib yang akrab disapa dengan sebutan Um Hani.
Um Hani pun mengisahkan sebagai berikut:
Malam itu Rasulullah bermalam di rumah saya. Selesai shalat akhir malam, ia tidur dan kami pun tertidur. Pada waktu sebelum Subuh, Rasulullah sudah membangunkan kami. Sesudah melakukan ibadah pagi bersama-sama kami, ia berkata, `Um Hani, saya sudah shalat akhir malam bersama kamu sekalian seperti yang kau lihat di lembah ini. Kemudian saya ke Baitulmukadas (Yerusalem) dan bersembahyang di sana. Sekarang saya sembahyang siang bersama-sama kamu seperti yang kamu lihat.'
Um Hani berkata, "Rasulullah, janganlah menceritakan ini kepada orang lain. Orang akan mendustakan dan mengganggumu lagi!"
"Tapi harus saya ceritakan kepada mereka,"jawab Rasulullah.
Um Hani pun mengutus budaknya, Nab'ah, untuk mengikuti beliau.
Apa sebenarnya yang Rasulullah alami malam itu?