REPUBLIKA.CO.ID, Isra Miraj menjadi peristiwa sejarah besar yang dikenal umat Islam. Perjalanan Nabi SAW menuju Sidratul Muntaha menapakkan jejak yang begitu mulia dan mengesankan, baik jika diteropong secara keagamaan maupun saintifik. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai peristiwa besar Isra Miraj dari kacamata sains dan agama, Wartawati Republika Imas Damayanti mewawancarai Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Prof Thomas Djamaluddin, beberapa waktu lalu.
Apa saja hikmah keilmuan dan keimanan yang bisa dipetik dari peristiwa Isra Miraj?
Isra Miraj wajib diimani umat Islam bahwa itu (benar-benar) terjadi. Karena Rasulullah SAW sendiri yang menceritakan mengenai Isra Miraj. Kalau mau dinalar secara sains, Isra Miraj bisa dimaknai sebagai perjalanan keluar dari dimensi ruang-waktu. Hikmah yang bisa diambil, sains ada batasnya untuk memahami hakikat seluruh alam ini.
Ada hal-hal yang harus diimani, tetapi masih bisa dinalar.
Mengapa peristiwa Isra Miraj dimaknai sebagai perjalanan yang keluar dari dimensi ruang dan waktu?
Isra Miraj jelas bukan perjalanan seperti dengan pesawat terbang antarnegara dari Makkah ke Palestina dan penerbangan antariksa dari Masjidil Aqsha ke langit ke tujuh lalu ke Sidratul Muntaha. Isra Miraj adalah perjalanan keluar dari dimensi ruang waktu. Tentang caranya, Iptek tidak dapat menjelaskan.
Tetapi bahwa Rasulullah SAW melakukan perjalanan keluar ruang-waktu, dan bukan dalam keadaan mimpi, adalah logika yang bisa menjelaskan beberapa kejadian yang diceritakan dalam hadits shahih.
Jadi, penjelasan perjalanan keluar dimensi ruang waktu setidaknya untuk memperkuat keimanan bahwa itu sesuatu yang lazim ditinjau dari segi sains, tanpa harus mempertentangkannya dan menganggapnya sebagai suatu kisah yang hanya dapat dipercaya saja dengan iman.
Manusia hidup di alam empat dimensi, tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu. Dengan batasan itu, kita dibatasi ruang sehingga kita selalu berfikir jauh dan dekat terkait jarak.
Dan terkait waktu, kita dibatasi rentang waktu masa lalu, sekarang, dan masa mendatang. Juga dibatasi jangka waktu sebentar dan lama. Sedangkan dalam Isra Miraj batasan ruang-waktu itu tidak berlaku. Juga Jibril yang menyertai Rasulullah SAW juga bukan makhluk fisik yang dibatasi ruang-waktu. Jadi Isra Miraj lebih tepat dinalar sebagai perjalanan keluar dimensi ruang waktu.
Adakah fakta-fakta astronomi yang mengindikasikan kebenaran perjalanan yang keluar dari dimensi ruang dan waktu?
Fakta astronomi hanya menyatakan langit yang dimaksud dalam kisah Isra Miraj bukanlah langit fisik yang berisi bulan, planet, bintang, dan galaksi. Logika ke luar dimensi ruang waktu, bermakna itu tidak bisa dinalar dengan kondisi fisik yang biasa kita pikirkan. Sebagian kita yakini kejadian fisik, seperti berada di Masjidil Aqsha di Palestina, dan minum susu yang diberikan Jibril serta melihat kafilah yang menuju Makkah.
Namun sebagian lagi tidak bisa dinalar secara fisik, seperti perjalanan dari Makkah-Palestina hanya semalam, perjumpaan dengan para Nabi, serta kunjungan ke Sidratul Muntaha yang tidak ada di alam fisik.
Bagaimana pula gambaran mengenai langit yang berlapis serta perjalanan Nabi yang menuju Sidratul Muntaha?
Langit pada kisah Isra Miraj bukan langit fisik. Itu langit pada dimensi lain yang memungkinkan bertemu para Nabi di masa lalu.
Bagaimana gambaran langit yang dikunjungi Nabi dalam peristiwa Isra Miraj tersebut?
Langit pada dimensi lain tidak lagi dibatasi ruang-waktu. Jadi tidak lagi ada batasan tempat dan waktu. Seperti halnya yang dialami malaikat, ruh, dan alam ghaib