REPUBLIKA.CO.ID, CALIFORNIA -- Pusat Multikultural Universitas California Santa Barbara menyambut seorang cendekiawan Muslim pada awal bulan ini yang menyalahkan Amerika Serikat atas fenomena Islamofobia yang melembaga dan terinternalisasi.
Cendekiawan tersebut ialah Maha Hilal dari Justice for Muslims Collective. Dia mengatakan, ada pembuatan profil rasial dan pengawasan berlebihan terhadap komunitas Muslim. Dia juga menyebut anggota komunitas Muslim yang merasa terdorong untuk berpartisipasi dalam narasi Islamofobia.
Hilal menilai, seperti rasisme, Islamofobia yang dilembagakan secara resmi dibangun ke dalam struktur negara dan masyarakat sehingga pemerintah dapat menindas umat Islam dan membenarkan perangnya.
"Sentimen resmi AS adalah bahwa Islam adalah kekerasan, barbar, tidak beradab dan bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi normatif. Pemerintah menggunakan ini untuk membenarkan militerisme, kebijakan imigrasi yang kejam, dan penyiksaan," kata Hilal, seperti dilansir The College Fix, Senin (28/2).
Menurutnya, ada cara untuk menghentikan kekerasan, dan sebagian darinya adalah Amerika Serikat yang bertanggung jawab atas kekerasan ini. "Namun, saya harus mencatat, bahwa perang AS tidak pernah benar-benar berakhir. Mereka hanya berubah menjadi perang baru yang melestarikan kekerasan perang masa lalu," katanya.
Hilal mengatakan, betapa kuat narasi dalam perang melawan teror dan bagaimana narasi itu berfungsi untuk mendefinisikan kepentingan negara sehingga mereka yang menjadi target negara hampir tidak berdaya untuk menghadapinya. "Jika Anda adalah orang yang dapat membangun apa itu terorisme, apa itu kejahatan, apa itu kekerasan, Anda memiliki kekuatan," jelasnya.
Hilal mencatat, Islamofobia pemerintah AS adalah urusan bipartisan. George W. Bush dan penggantinya Barack Obama sama-sama menggunakan retorika yang menghasut sehubungan dengan Perang Melawan Teror, seperti menyebut serangan teror Muslim radikal sebagai jahat.