Selasa 01 Mar 2022 05:45 WIB

Warga Rusia Meminta Maaf atas Invasi ke Ukraina

Hampir 6.000 orang telah ditahan dalam protes anti-perang di Rusia.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Seorang pria membawa peti mati berisi gambar Presiden Rusia Vladimir Putin saat ia mengambil bagian dalam protes terhadap invasi Rusia ke Ukraina di luar Gedung Putih di Washington, Ahad 27 Februari 2022.
Foto: AP/Patrick Semansky
Seorang pria membawa peti mati berisi gambar Presiden Rusia Vladimir Putin saat ia mengambil bagian dalam protes terhadap invasi Rusia ke Ukraina di luar Gedung Putih di Washington, Ahad 27 Februari 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Alexandra dan Anna, keduanya berusia 27 tahun, termasuk di antara sedikit orang Rusia yang mengunjungi Kedutaan Besar Ukraina di Moskow pada Ahad (27/2/2022). Mereka menyuarakan rasa malu, kesedihan dan rasa putus asa setelah invasi Rusia, menawarkan permintaan maaf yang tulus kepada Ukraina.

"Saya dengan tegas menentang perang ini dan saya ingin segera mengakhirinya. Hati saya tertuju kepada orang-orang Ukraina, kepada mereka yang telah meninggal, menderita, dan yang berada di zona konflik," kata Alexandra yang bekerja di bidang perhotelan.

Baca Juga

Alexandra meninggalkan bunga di seberang Kedutaan Besar Ukraina karena trotoar yang berdekatan telah dipagari dengan barikade dan polisi berkeliaran. Para simpatisan lainnya meninggalkan tanda "Maafkan Kami" dan gambar hati dengan warna biru dan kuning melambangkan bendera Ukraina.

Semua barang itu dibuang tak lama setelah mereka pergi. Seorang petugas polisi mengatakan bunga-bunga itu dibawa pergi setiap dua jam agar tidak menghalangi orang yang lewat. Tindakan ini dinilai menjadi salah satu dari beberapa adegan nyata polisi telah menindak sentimen anti-perang di Moskow.

Menurut pemantau protes OVD-Info, hampir 6.000 orang telah ditahan dalam protes anti-perang sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada 24 Februari. Ada banyak polisi di lapangan di Moskow dan Pusat Pushkin Square ditutup Ahad.

Hingga saat ini belum ada informasi jajak pendapat tentang pandangan publik tentang invasi tersebut. Namun, peringkat Presiden Vladimir Putin tinggi dan mayoritas diperkirakan mendukungnya.

Alexandra mengatakan semua temannya menentang perang, tetapi sebagian besar orang Rusia, termasuk orang tuanya, mendukungnya. "Orang tua saya tinggal di provinsi. Mereka menonton televisi dan propaganda mempengaruhi mereka, mereka berada dalam kekosongan informasi ... Kami berdebat setiap hari," katanya.

Anna mengatakan telah memprotes setiap hari sejak 24 Februari meskipun ada risiko penangkapan. Dia menyesal tidak mendukung lebih banyak politisi oposisi di masa lalu yang bisa membantu memobilisasi sekarang. Dia pun menyalahkan dirinya sendiri atas invasi tersebut.

"Tidak ada yang mengatur kami sekarang. Mereka semua dipenjara atau dicap sebagai ekstremis... Kami melewatkan momen ini. Kami yang harus disalahkan atas apa yang terjadi. Dan saya sendiri secara pribadi," kata Anna.

Keduanya mengaku khawatir tentang saudara-saudara mereka di Ukraina. Kabar terakhir diberitahukan oleh saudara-saudara mereka yang turun ke lapangan untuk menginvasi Ukraina adalah bahwa mereka sedang dikerahkan ke lokasi baru, tetapi mereka tidak tahu di mana.

Baca juga : Imam Besar Al Azhar Minta Pemimpin Dunia Akhiri Perang Rusia-Ukraina

Anna mengatakan saudara laki-lakinya, seorang wajib militer berusia 18 tahun, tidak akan dapat menilai situasi secara kritis atau secara hukum menolak perintah. "Dia anak desa. Dia tidak pernah melihat (media independen). Dia hanya melihat Channel One (televisi pemerintah). Bosnya memberinya perintah ... Dia wajib militer, dia tidak bisa menolak," ujarnya.

Penduduk asing, beberapa panik dengan saling menelepon dan berdiskusi untuk meninggalkan Rusia setelah perintah Putin untuk menempatkan pasukan nuklir dalam siaga tinggi pada Ahad. Beberapa orang Moskow jelas-jelas bersiap dengan gugup untuk sanksi Barat yang luas yang diperkirakan akan menyebabkan kekacauan di pasar pada Senin (1/3/2022).

Beberapa ATM kehabisan uang tunai di Moskow. Sedangkan di St Petersburg, para warga berdiri dalam antrean panjang untuk menarik uang. Raiffeisen Bank menjual satu dolar dengan 150 rubel dibandingkan dengan 83 ketika pasar ditutup pada Jumat (25/2/2022).

Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Rusia mengatakan kepada warga negaranya bahwa harus mempertimbangkan untuk pergi segera. Anjuran ini mempertimbangkan meningkatnya jumlah maskapai yang membatalkan penerbangan dan negara-negara yang menutup wilayah udara untuk maskapai Rusia. Sedangkan pemerintah Prancis menyarankan semua warga negara Prancis dalam kunjungan jangka pendek ke Rusia harus segera pergi.

Baca juga : FIFA Tendang Rusia dari Piala Dunia Qatar 2022

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement