REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Petani Indonesia (SPI) menilai, tren kenaikan harga pangan dalam beberapa waktu terakhir menunjukkan masih rapuhnya sistem pangan nasional. Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Ruli Ardiansyah, menjelaskan, kondisi itu sekaligus mencerminkan belum berdaulatnya para petani maupun konsumen sehingga rentan terhadap fluktuasi harga pasar.
Ia mencontohkan seperti dalam kasus minyak goreng, kedelai, daging sapi. Bahkan ke depan yang bisa mengalami masalah harga yakni gandum,mengingat ada gejolak global akibat Perang Ukraina-Rusia.
“Apa yang terjadi saat ini menunjukkan bagaimana ketergantungan Indonesia terhadap pasar dalam hal pangan karena kita tidak berdaulat atas komoditas-komoditas tersebut, maka gejolak yang terjadi di tingkat global akan sangat berpengaruh ke dalam negeri,” kata Agus, Ahad (6/3/2022).
Ia menuturkan, hal itu menjadi alasan utama perlunya kedaulatan pangan sebagai dasar kebijakan pertanian di Indonesia. Kedaulatan pangan berarti pemenuhan pangan melalui produksi lokal, mendorong produk pertanian nasional, serta mendorong pendirian dan penguataan kelembagaan ekonomi petani, yakni koperasi bukan korporasi.
Ia menyebutkan melalui kedaulatan pangan, kebijakan pertanian Indonesia akan menempatkan kepentingan dan nasib petani petani, selaku produsen pangan, dibandingkan kepentingan korporasi maupun tuntutan pasar.
“SPI dalam hal ini berpandangan kedaulatan pangan harus terus didorong agar diimplementasikan. Putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat juga menjadi momentum untuk hal tersebut, karena posisi pangan dalam negeri kembali menjadi prioritas, sebagaimana tercantum di dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan," kata dia.