REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- LPG bersubsidi untuk masyarakat Jawa Tengah diduga ‘bocor’ dan sebagian mengalir ke wilayah Jawa Barat. Indikasi dugaan bocornya distribusi LPG 3 kilogram (tabung melon) tersebut terpantau di sejumlah wilayah yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat.
Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah Yudi Indras Wiendarto mengatakan, perihal ‘bocornya’ penyaluran LPG untuk masyarakat miskin ke daerah lain ini telah dilaporkan kepada wakil rakyat di Provinsi Jawa Tengah.
“Kami mendapatkan laporan dugaan bocornya penyaluran LPG bersubsidi ke luar daerah tersebut dalam beberapa hari terakhir,” ungkapnya kepada Republika, di Semarang, Jawa Tengah, Ahad (6/3).
Berdasarkan informasi yang masuk, ujarnya, hal itu disebabkan adanya perbedaan harga eceran tertinggi (HET), termasuk di tingkat konsumen atau masyarakat pengguna di beberapa wilayah perbatasan daerah.
Sebab terhitung per 1 Maret 2022 lalu, sejumlah daerah di Provinsi Jawa Barat telah menetapkan HET baru untuk LPG tabung 3 kilogram (bersubsidi) yang diatur denga surat keputusan kepala daerah, seperti di Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan.
Jika sebelumnya HET LPG 3 kilogram dari pangkalan ke konsumen harganya Rp 16 ribu, kini menjadi Rp 19 ribu. Sementara di Jawa Tengah, belum ada perubahan terkait dengan HET LPG bersubsidi tersebut.
“Sehingga, jatah subsidi LPG bersubsidi yang sebenarnya didstribusikan untuk kebutuhan masyarakat di Jawa Tengah diduga ‘bocor’ dan sebagian mengalir ke Jawa Barat akibat perbedaan harga tersebut,” ujar anggota Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Jawa Tengah ini.
Perbedaan HET tersebut tidak hanya akan merusak pasar. Dia juga khawatir, hal ini berdampak terhadap terjadinya kelangkaan LPG 3 kilogram untuk konsumsi masyarakat yang berhak di Jawa Tengah, terutama di wilayah perbatasan dengan Provinsi Jawa Barat.
Untuk itu, Yudi mendesak, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengh agar menyikapi persoalan ini dan menyesuaikan revisi HET LPG 3 bersubsidi tersebut. “Jika tak segera dilakukan revisi HET maka pasar akan rusak dan bisa terjadi kelangkaan LPG 3 kilogram di Jawa Tengah,” tegasnya.
Apalagi, saat ini LPG nonsubsidi, juga sebelumnya sudah mengalami kenaikan harga yang juga berpotensi terhadap terjadinya ‘migrasi’ penggunaan LPG non subsidi ke LPG bersubsidi yang diperuntukkan bagi masyarakat ekonomi tidak mampu.
Kepada stakeholder terkait, legislator ini juga mendesak agar dapat menjamin stok LPG tetap tersedia di tingkat konsumen. Sebab sebentar lagi sudah akan masuk bulan April guna meyambut Ramadhan.
Tak terkecuali dalam monitoring serta pengawasan proses distribusinya. “Kami semakin khawatir jika ada pihak- pihak yang memanfaatkan momentum ini untuk menimbun dan mendapatkan keuntungan ekonomi sepihak,” tandasnya.