REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Rusia Vladimir Putin "akan gagal" dalam invasi berkelanjutannya di Ukraina, dan Moskow akan mengalami "kekalahan strategis" di sana, kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken pada Rabu (9/3/2022).
Menlu AS mengatakan Putin semakin beralih ke "strategi pemborosan" pusat-pusat populasi Ukraina. Meski ada keuntungan taktis dalam merebut beberapa kota Ukraina, namun Putin dinilai menghadapi oposisi populer yang meluas ketika pasukannya merebut daerah-daerah itu.
"Jika tujuannya adalah untuk memaksakan semacam rezim boneka dengan menggusur pemerintah yang ada dan menempatkannya sesuai dengan keinginannya, saya pikir itu cukup jelas dengan tanggapan rakyat Ukraina, bahwa mereka tidak akan pernah menerimanya," kata Blinken selama konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Inggris Elizabeth Truss.
"Dan jika dia mencoba untuk menegakkan rezim boneka seperti itu dengan menjaga pasukan Rusia di Ukraina, itu akan menjadi kekacauan yang panjang, berdarah, dan berlarut-larut yang akan terus diderita Rusia secara menyedihkan," tambah Blinken.
Menlu Inggris Truss menyampaikan penilaian serupa tentang prospek Putin, serta menekankan bahwa Barat harus mempertahankan kesatuannya dalam memberikan konsekuensi pada Rusia.
"Sekarang bukan waktunya untuk menyerah," kata dia.
"Kami tahu bahwa jika Putin tidak dihentikan di Ukraina, akan ada implikasi buruk bagi keamanan Eropa dan global. Kami akan mengirimkan pesan bahwa negara-negara berdaulat tak dapat dengan mudah diinjak-injak."
Barat telah memberlakukan sanksi ekonomi yang besar pada Rusia atas perangnya di Ukraina, memacu perpindahan perusahaan internasional besar dari Rusia. Ini juga telah memberlakukan pembatasan ekspor teknologi utama.
Setidaknya 474 warga sipil telah tewas dan 864 lainnya terluka di Ukraina sejak awal perang Rusia pada 24 Februari, menurut angka PBB. Lebih dari 2,1 juta warga Ukraina lainnya telah melarikan diri ke negara-negara tetangga, menurut data terbaru dari badan pengungsi PBB.