Ahad 13 Mar 2022 21:32 WIB

Wakil Ketua MPR: Menunda Pemilu Bertentangan dengan Konstitusi

menunda Pemilu atau menambah periode kekuasaan presiden bertentangan UUD 1945.

Red: Andi Nur Aminah
Wakil Ketua MPR Hidayat Nurwahid
Foto: MPR
Wakil Ketua MPR Hidayat Nurwahid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengingatkan bahwa menunda pemilihan umum (Pemilu) atau menambah periode jabatan Presiden bertentangan dengan konstitusi yang berlaku di Indonesia. "Saat ini, keinginan sebagian kelompok untuk menunda Pemilu atau menambah periode kekuasaan presiden menjadi tiga periode merupakan langkah yang bertentangan dengan konstitusi," kata HNW dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Ahas (13/3/2022).

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 hasil amendemen, tercantum pernyataan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sesuai ketentuan konstitusi, tepatnya merujuk pada Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945. Sedangkan, menunda Pemilu atau menambah periode kekuasaan presiden menjadi tiga periode bertentangan dengan Pasal 7 dan Pasal 22E UUD NRI 1945.

Baca Juga

"Karena itu saya menyambut baik kerja sama DPW PKS Gorontalo dengan MPR melaksanakan Sosialisasi Empat Pilar MPR. Ini penting agar partai politik paham tentang konstitusi," ucapnya.

Apalagi, sejak UUD 1945 diamendemen, partai politik menjadi elemen penting dalam demokrasi. Dan itu disebutkan di dalam konstitusi. Ia berharap agar partai politik dapat mencalonkan orang-orang terbaik dalam pemilihan presiden maupun pemilihan legislatif. "Karena sesuai ketentuan konstitusi, baik presiden maupun anggota DPR hanya bisa dicalonkan oleh partai politik," kata HNW menambahkan.

Pendapat serupa disampaikan oleh anggota MPR Fraksi PKS Ahmad Syaikhu. Menurut Syaikhu, Sosialisasi Empat Pilar MPR RI tetap penting untuk dilaksanakan. 

"Ini adalah kesepakatan para pendiri bangsa yang harus terus dipegang dan dipatuhi. Pancasila misalnya, harus dijaga jangan sampai diubah menjadi Trisila atau Ekasila. Pancasila juga tidak boleh digantikan oleh ideologi lain, karena itu bukan kesepakatan para pendiri bangsa," kata Syaikhu menambahkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement