Selasa 15 Mar 2022 08:54 WIB

Pengunjuk Rasa Antiperang Sabotase Siaran Langsung di TV Rusia

Pengunjuk rasa mengangkat kertas bertuliskan anti-perang di belakang presenter TV

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Pengunjuk rasa mengangkat sebuah kertas bertuliskan anti-perang di belakang presenter yang sedang melakukan siaran langsung di saluran televisi pemerintah Rusia, Channel One
Foto: Reuters
Pengunjuk rasa mengangkat sebuah kertas bertuliskan anti-perang di belakang presenter yang sedang melakukan siaran langsung di saluran televisi pemerintah Rusia, Channel One

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Seorang pengunjuk rasa anti-perang menyelinap ke dalam studio televisi yang sedang menyiarkan berita secara langsung. Pengunjuk rasa tersebut mengangkat sebuah kertas bertuliskan anti-perang di belakang presenter yang sedang melakukan siaran langsung di saluran televisi pemerintah Rusia, Channel One pada Senin (14/3/2022).

Kertas yang dibawa oleh seorang pengunjuk rasa itu ditulis dalam bahasa Inggris dan Rusia. Tulisan itu berbunyi; "Jangan Ada Perang. Hentikan perang. Jangan percaya propaganda. Mereka berbohong kepada Anda di sini." Sementara tulisan lain, yang tampak seperti "Rusia menentang perang", telah dibuat blur atau dikaburkan.

Baca Juga

"Hentikan perang. Tidak untuk perang," ujar pengunjuk rasa yang berjenis kelamin wanita itu dengan berteriak lantang. Sementara pembawa berita tetap melanjutkan siaran langsungnya. Kejadian ini berlangsung selama beberapa detik, sebelum saluran televisi itu beralih ke laporan lain.

"Wow, gadis itu keren," ujar juru bicara pemimpin oposisi, Alexei Navalny, Kira Yarmysh di Twitter.

Sebuah kelompok pemantau aksi protes independen, OVD-Info mengidentifikasi pengunjuk rasa yang menyelinap di studio televisi pemerintah itu sebagai Marina Ovsyannikova. Dia adalah seorang karyawan di saluran televisi tersebut.

Kepala kelompok hak asasi manusia Agora, Pavel Chikov, mengatakan, Ovsyannikova telah ditangkap dan dibawa ke kantor polisi Moskow.  Kantor berita Tass yang mengutip sumber penegak hukum mengatakan, perempuan itu mungkin menghadapi tuntutan di bawah undang-undang karena mendiskreditkan angkatan bersenjata.

Undang-undang tersebut disahkan pada 4 Maret. Di bawah undang-undang itu, tindakan publik yang bertujuan mendiskreditkan tentara Rusia menjadi ilegal. Undang-undang juga melarang penyebaran berita palsu atau informasi palsu yang disengaja tentang Angkatan Bersenjata Federasi Rusia. Ancaman hukuman dari pelanggaran tersebut adalah penjara hingga 15 tahun.  

Dalam sebuah video yang direkam sebelum insiden itu, tampak seorang wanita yang diduga adalah Ovsyannikova, dan menggambarkan dirinya sebagai karyawan Channel One. Dalam video itu, perempuan tersebut mengatakan bahwa, dia malu telah bekerja selama bertahun-tahun untuk menyebarkan propaganda Kremlin.  Dia mengatakan ayahnya adalah orang Ukraina, dan ibunya orang Rusia.

"Apa yang terjadi sekarang di Ukraina adalah kejahatan, dan Rusia adalah negara agresor. Tanggung jawab atas agresi itu terletak pada hati nurani hanya satu orang, dan pria itu adalah Vladimir Putin. Sekarang seluruh dunia telah berpaling dari kita dan 10 generasi berikutnya dari keturunan kita tidak akan menghapus rasa malu dari perang saudara ini," kata Ovsyannikova.

Ovsyannikova mendesak warga Rusia untuk berdemonstrasi menentang perang. Pihak berwenang Rusia telah membubarkan sejumlah protes anti-perang. Menurut OVD-Info, sekitar 14.911 orang yang berpartisipasi dalam protes anti-perang telah ditangkap.

Televisi negara, Channel One adalah sumber berita utama bagi jutaan orang Rusia. Televisi tersebut merupakan salah satu corong bagi Kremlin.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement