REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yati Dahlia dari Suku Balik Paser, warga asli Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, kecewa ketika melihat lahan rumahnya tiba-tiba dipasangi patok untuk pembangunan proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Yati pun meminta pemerintah memberikan penjelasan terkait pencaplokan tanahnya itu.
Yati mengatakan, rumahnya berjarak sekitar 10-15 kilometer dari Titik Nol IKN. Awalnya, Gubernur Kaltim mengatakan bahwa tanah warga tak masuk area IKN. "Tapi yang kami alami di sini, plangnya sudah ke permukiman warga," kata Yati dalam webinar Bersihkan Indonesia, Selasa (15/3/2022).
Yati pun kaget sekaligus kecewa ketika melihat plang itu terpasang. Sebab, dirinya dan warga setempat sudah menempati tanah itu selama puluhan tahun. Tanah itu mereka dapatkan secara turun-temurun dari orang tuanya.
"Kami masyarakat adat minta kejelasan bagaimana lahan-lahan kami ini. Pemasangan plang yang terjadi itu adalah bentuk pengambilan sepihak karena kami tidak pernah diajak bertemu atau berkoordinasi," ujar Yati.
Lantaran lahannya dicaplok begitu saja untuk proyek IKN, Yati pun tak peduli ketika Presiden Jokowi berkemah di Titik Nol IKN, kemarin. Yati justru kecewa mengetahui Jokowi sempat berkemah di sana, tapi tak menghiraukan masalah pencaplokan tanah warga setempat.
"Jadi masalah camping kemarin, kami sebenarnya tidak membutuhkan hal itu. Dan buat apa camping seperti itu?" ujarnya.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang mengatakan, areal IKN seluas 256 ribu hektare memang bukanlah tanah kosong. Terdapat 53 kampung di dalam areal tersebut.
Bahkan, kata Rupang, Kementerian ATR/BPN sudah menyatakan bahwa 40 persen areal IKN merupakan tanah yang dikuasai masyarakat. Jika pembangunan IKN ini terus dipaksakan, Rupang memperkirakan akan ada puluhan ribu warga yang tergusur.
"Ada potensi lebih dari 20 ribu jiwa yang akan tergusur dari kebijakan megaproyek IKN ini," ujar Rupang dalam kesempatan sama.