REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Kelompok Hindu garis keras India menuntut agar lebih banyak lagi negara bagian di India setelah Karnataka yang memberlakukan larangan jilbab di dalam kelas. Harapan kelompok supremasi Hindu ini lahir setelah pengadilan menegakkan larangan penggunaan jilbab di dalam kelas.
Keputusan Pengadilan Tinggi Karnataka pada Selasa (15/3/2022) yang mendukung larangan jilbab disambut oleh menteri federal utama dari Partai Bharatiya Janata (BJP), nasionalis Hindu Perdana Menteri Narendra Modi. Ia mengatakan siswa harus menghindari mengenakan pakaian keagamaan di dalam kelas.
“Seorang mahasiswi Muslim telah mengajukan banding atas putusan tersebut di pengadilan tertinggi negara itu, yang dapat menangani masalah tersebut akhir bulan ini,” kata pengacara Anas Tanwir, dilansir dari Aljazirah, Kamis (16/3/2022).
Anas percaya putusan itu adalah interpretasi hukum yang salah. Karena apabila menyangkut praktik keagamaan yang esensial, menurutnya, pihak berwenang tidak memiliki kekuatan mengeluarkan perintah seperti itu.
“Tidak ada pedoman nasional tentang seragam di India dan negara bagian sering menyerahkan kepada sekolah untuk memutuskan apa yang harus dikenakan siswa mereka,” kata Anas.
Presiden kelompok pertama Hindu Akhil Bharat Hindu Mahasabha, Rishi Trivedi mengatakan India adalah negara Hindu. Dia tidak ingin melihat ada pakaian keagamaan apa pun di lembaga pendidikan di negaranya.
“Kami menyambut baik putusan pengadilan dan ingin aturan yang sama diikuti di seluruh negeri,” ujar Trivedi.
Larangan di Karnataka yang dikuasai BJP telah memicu protes oleh beberapa siswa dan orang tua Muslim, dan protes balik oleh siswa Hindu. Sejumlah aktivis mengkritik larangan itu adalah cara lain pemerintah India menyingkirkan komunitas Muslim. Muslim menyumbang sekitar 14 persen dari 1,35 miliar penduduk India yang mayoritas Hindu.
Pemimpin Vishwa Hindu Parishad (VHP), afiliasi dari organisasi induk BJP Rashtriya Swayamsevvak Sangh (RSS), mengatakan mereka telah meminta larangan jilbab di negara bagian Gujarat. Daerah asal bagi kelahiran Perdana Menteri Modi dan akan segera menulis surat ke negara bagian terpadat di negara itu, Uttar Pradesh. BJP berkuasa di kedua negara bagian.
“Jilbab tidak diperbolehkan di militer, kepolisian, dan kantor-kantor pemerintah, lalu mengapa desakan jilbab di sekolah dan perguruan tinggi? Ini adalah upaya untuk meningkatkan ketegangan komunal,” kata Sekretaris Gujarat VHP, Ashok Raval.
Menteri Pendidikan Gujarat Jitu Vaghani menolak berkomentar. Seorang menteri negara dan seorang birokrat, berbicara dengan syarat anonim, mengatakan tidak ada rencana segera untuk melarang jilbab di sekolah-sekolah.
Pejabat di Uttar Pradesh, di mana BJP mempertahankan kendali dalam pemilihan negara bagian baru-baru ini, menolak berkomentar. Pejabat tersebut mengatakan keputusan hanya akan diambil oleh pemerintah yang seharusnya sudah ada dalam beberapa hari.
Ayesha Hajeera Almas yang telah menantang larangan jilbab Karnataka di pengadilan, mengatakan ada ketakutan nyata larangan jilbab sekarang akan berlaku secara nasional. Gadis berusia 18 tahun itu mengatakan dia tidak bersekolah sejak akhir Desember setelah pihak berwenang melarang gadis-gadis Muslim mengenakan jilbab, bahkan sebelum larangan di seluruh negara bagian datang pada awal Februari.
“Saya berjuang untuk diri saya sendiri, berjuang untuk saudara perempuan saya, berjuang untuk agama saya. Saya takut akan ada perubahan seperti ini di seluruh negeri. Tapi saya harap itu tidak terjadi,” kata Almas dari distrik Karnataka di Udupi, tempat protes dimulai.
Majelis hakim Pengadilan Tinggi Karnataka di India pada Selasa (15/3/2022) menolak sejumlah petisi yang diajukan oleh gadis-gadis Muslim yang belajar di perguruan tinggi pra-universitas di Udupi. Mereka menginginkan hak untuk mengenakan jilbab di ruang kelas.
Pengadilan negara bagian India tersebut menyatakan mengenakan jilbab bukanlah sebuah praktik keagamaan yang wajib/penting dalam Islam. Pengadilan juga beralasan kebebasan beragama berdasarkan Pasal 25 Konstitusi tunduk pada pembatasan yang wajar.
"Kami berpendapat mengenakan jilbab oleh wanita Muslim tidak menjadi praktik agama yang penting/wajib dalam keyakinan Islam," kata majelis hakim Pengadilan Tinggi dalam bagian operatif dari perintahnya yang dibacakan oleh Ketua Hakim Karnataka Ritu Raj Awasthi, dilansir di The Indian Express, Rabu (16/3/2022).