REPUBLIKA.CO.ID, LEIDEN -- Sebuah kelompok mahasiswa di Universitas Leiden, Belanda dilarang menyelenggarakan diskusi panel tentang kejahatan Israel terhadap Palestina pada Senin (21/3/2022). Karena larangan ini, mahasiswa terpaksa melakukan acara tersebut di luar kampus.
Menurut Petugas Advokasi dan Komunikasi di Pusat Dukungan Hukum Eropa (ELSC) Alice Garcia, universitas pada awalnya setuju menjadi tuan rumah diskusi 'Apartheid, rasialisme dan interseksionalitas' Siswa untuk Palestina. Namun, kampus menarik kembali keputusan mereka hanya beberapa hari sebelum acara.
Acara tersebut akhirnya berlangsung di sebuah tempat budaya di Den Haag, sementara mahasiswa lain melakukan protes di depan Universitas Leiden. Selisih pendapat antara mahasiswa dan kampus disebut terjadi karena salah satu ketua panel adalah Dina Zbeidy, seorang antropolog dengan pengalaman bekerja untuk kelompok hak asasi manusia di Palestina dan Belanda. Hingga kini tidak jelas mengapa universitas menentang kehadiran Zbeidy.
Kepala keamanan di Universitas Leiden, Leo Harskamp yang dilaporkan dekat dengan kelompok Kristen pro-Israel untuk Israel, mengklaim dia tidak netral dalam masalah ini dan karena itu tidak cocok. Rektor universitas Hester Bijl mendukung keputusan melarang acara tersebut, meskipun dirinya memposting status di Twitter: "Kebebasan akademik terletak di jantung universitas kami."
Garcia mengecam keputusan universitas sebagai pembatasan sewenang-wenang terhadap hak kebebasan berekspresi dan berkumpul para siswa. "Mereka (universitas) tidak memberikan bukti mengapa Zbeidy tidak menjadi ketua yang baik. Mereka hanya secara samar-samar mengacu pada peraturan asrama universitas tanpa menjelaskan mengapa Zbeidy bukan 'kursi yang baik' seperti yang dipersyaratkan oleh peraturan asrama. Mengecualikannya bisa menjadi diskriminasi jika universitas tidak menerapkan standar yang sama untuk acara yang baru-baru ini diselenggarakan di kampus dengan topik lain, seperti Ukraina misalnya," katanya, dilansir dari The New Arab, Rabu (23/3/2022).
Israel dan aktivis pro-Israel telah lama menepis tuduhan Apartheid, namun kata tersebut semakin dikaitkan dengan negara Yahudi dalam wacana global. Pasukan Israel telah menggusur ribuan keluarga Palestina dari rumah mereka sejak negara itu didirikan pada 1948 dan terus menduduki Tepi Barat dan mengepung Jalur Gaza. Israel telah membangun ratusan permukiman ilegal di tanah Palestina, dan pasukan pendudukannya secara rutin menahan dan melanggar hak-hak orang Palestina.