Kamis 24 Mar 2022 15:51 WIB

Kemenlu Tanggapi Rencana Putin Hadiri KTT G20 di Indonesia

Sesuai presidensi sebelumnya, undangan diberikan ke anggota G20, termasuk Rusia.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Friska Yolandha
Presiden Rusia Vladimir Putin berencana menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Indonesia pada November mendatang.
Foto: AP/Sergei Guneyev/Pool Sputnik Kremlin
Presiden Rusia Vladimir Putin berencana menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Indonesia pada November mendatang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Rusia Vladimir Putin berencana menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Indonesia pada November mendatang. Rencana ini disampaikan oleh Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva dalam konferensi pers kemarin, Rabu (23/3/2022).

Menanggapi hal ini, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI mengatakan, bahwa pihaknya sudah mengirimkan undangan KTT G20 kepada setiap pemimpin negara anggota G20. Ini tentu termasuk undangan untuk Rusia.

Baca Juga

"Sebagai Presiden G20 tentunya dan sesuai dengan presidensi-presidensi sebelumnya adalah untuk mengundang semua anggota G20," ujar Duta Besar RI sekaligus Stafsus Program Prioritas Kemenlu dan Co-Sherpa G20 Indonesia, Dian Triansyah Djani dalam pengarahan media mingguan, Kamis (24/3/2022)

Triansyah Djani juga menegaskan bahwa diplomasi Indonesia selalu didasarkan pada prinsip-prinsip sehingga mengikuti alur yang sebelumnya sudah dilakukan. Menurutnya, dalam hal mengetuai berbagai konferensi, Indonesia selalu berpegang pada prosedur peraturan yang ada di sebuah forum atau acara.

"Indonesia dalam mengetuai berbagai konferensi suatu forum dan organisasi, baik itu dalam konteks badan-badan PBB atau sesi lainnya selalu berpegang pada rule of procedure yang berlaku, dan demikian juga di G20," ujar Triansyah.

"Oleh karena itu memang kewajiban untuk Presiden G20 untuk mengundang seluruh kepala negara G20," ujarnya menambahkan.

Ia mengatakan, Indonesia telah mengirimkan undangan kepada Rusia pada 22 Februari lalu untuk kehadiran di KTT G20. Undangan dikirimkan di masing-masing working group untuk tanggal pelaksanaan KTT G20 pada November mendatang.

Kendati begitu, Triansyah Djani terus menekankan bahwa forum G20 adalah forum ekonomi yang utamanya membahas tentang ekonomi. Terlebih, tema tahun ini adalah pemulihan bersama dari pandemi.

"Pentingnya kita di G20 untuk menangani pemulihan global, yang merupakan prioritas banyak penduduk di dunia ini karena seperti diketahui dunia belum sepenuhnya keluar dari krisis," ujarnya.

Bahkan negara-negara berkembang mengalami kesulitan ekonomi dan masih sulit untuk mencapai SDG's target yang diharapkan G20 untuk dapat mendorong pemulihan global. "Jadi  dalam waktu dekat ini dan selanjutnya, kita akan lanjutkan melaksanakan tugas kita seperti halnya presidensi-presidensi sebelumnya," ujarnya.

Pernyataanya tentang kemungkinan kehadiran Putin menyusul seruan oleh beberapa anggota G20 agar Rusia dilarang dari keanggotaan G20 menyusul invasi ke Ukraina. "Tidak hanya G20, banyak organisasi berusaha untuk mengusir Rusia, reaksi Barat benar-benar tidak proporsional," kata duta besar Lyudmila Vorobieva pada konferensi pers pada Rabu.

Vorobieva mengatakan, G20 adalah forum ekonomi, bukan forum untuk membahas hal-hal seperti krisis di Ukraina. Sebuah sumber yang dikutip Reuters mengatakan, Amerika Serikat (AS) dan sekutu Baratnya tengah menilai apakah Rusia harus tetap berada dalam keanggotaan G20 ekonomi utama setelah invasi ke Ukraina atau bakal didepak. 

"Namun setiap langkah untuk mengecualikan Rusia mungkin akan diveto oleh negara lain dalam kelompok itu, meningkatkan prospek beberapa negara alih-alih melewatkan pertemuan G20," kata sumber itu.

Australia juga sudah mengecam jika Rusia hadir KTT G20, maka negaranya tak akan hadir. Presiden Rusia Vladimir Putin mengirim pasukannya ke Ukraina pada 24 Februari untuk melakukan apa yang disebutnya "operasi militer khusus" untuk demiliterisasi dan "denazifikasi" negara itu.  Ukraina dan Barat mengatakan Putin melancarkan perang agresi yang tidak beralasan.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement